04 June 2023


Unesa.ac.id., SURABAYA—Pacaran virtual ramai dibicarakan dan dilakukan anak-anak muda bahkan dewasa sekarang ini. Berbagai fasilitas berupa aplikasi serta fitur-fitur canggihnya membuat bunga-bunga asmara itu tumbuh subuh di ranah maya yang membuat orang lupa diri dan banyak yang menyesal akhirnya.
Putri Aisyiyah Rachma Dewi, S.Sos., M.Med.Kom., selaku dosen Ilmu Komunikasi sekaligus peneliti bidang Gender dan Anak menjelaskan bahwa seiring berkembangnya teknologi komunikasi, segala kebutuhan mudah terpenuhi di ruang-ruang virtual, tidak terkecuali pacaran.
Menurutnya, pacaran virtual bisa diartikan sebagai hubungan yang terjalin di dunia maya tanpa adanya pertemuan di dunia nyata. Bisa juga, hubungan yang terjalin dengan lebih banyak melakukan komunikasi-interaksi secara maya ketimbang pertemuan langsung di ruang nyata.
Bentuk komunikasi dalam hubungan model ini bisa melalui chat, bisa panggilan telepon atau video call. Ada beberapa alasan yang mendorong orang lebih memilih pacaran virtual. Di antaranya karena merasa lebih nyaman.
Rasa nyaman ini disebabkan karena konsep diri yang merasa kurang di lingkungannya. Di ranah virtual, orang bisa lebih leluasa menciptakan karakter dirinya sesuai yang diinginkan lewat berbagai fasilitas yang memang dibuat untuk itu seperti filter wajah dan sebagainya.
Mereka, lanjut Putri, juga bisa memilih lingkungan yang sefrekuensi atau yang sesuai dengan minat-hobinya. Di mana lingkungan virtualnya itu mereka bisa nonton atau game bareng tanpa harus ditanya kapan nikah, kapan wisuda, kapan kerja.
Pacaran virtual ini memang ada yang sampai ke pelaminan dan itu baik-baik saja. Namun, ada juga kasus yang justru sebaliknya. "Kalau kita kembali ke pola perilaku berpacaran baik itu langsung atau virtual tetap memiliki risiko yang perlu dipikirkan dan dipertimbangkan baik-baik," tegasnya.
Masalahnya memang, pada kasus pacaran virtual risikonya juga pada jejak digital yang justru membahayakan. Selain itu, pacaran virtual juga berisiko munculnya tindakan kekerasan seksual.
Nah, terkait kasus ini, PKKS UNESA punya pengalaman menerima beberapa klien yang mengeluhkan jejak digital yang masih tertinggal di pasangan mereka. Itu jadi beban buat perempuan di banyak kasus, foto atau videonya dijadikan alat pemerasan atau untuk perilaku paksaan (ancaman) lainnya.
Iman Pasu Marganda Hadiarto Purba, S.H., M.H., Kepala Sub Direktorat Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, UNESA mengatakan bahwa jejak digital ini sangat berbahaya, jika sampai disebarkan oleh pasangannya, atau orang lain. Sehingga korban ini diekspos atau dilihat juga oleh banyak orang. "Menurut saya, jejak digital karena pacaran virtual inilah yang sangat berbahaya yang harus dipikirkan anak-anak muda sekarang," tegasnya.
Orang yang menyimpan dan menyebarkan foto atau video pasangan, apalagi yang tak senonoh ke publik itu bisa terancam UU PPKS, UU Pornografi, UU ITE. “Pahami batasan dan bahayanya, jangan mudah percaya dan berani katakan tidak atau menolak terhadap perbuatan yang tidak nyaman atau berisiko. Intinya waspada, yang fotonya tersebar bahaya, yang nyebarin juga bahaya," tegasnya.
Tema pacaran virtual ini dibahas oleh kedua pemateri tersebut dalam webinar "Lorong Gelap Pacaran Virtual” yang diselenggarakan Sub Direktorat PPKS dari Direktorat Pencegahan dan Penanggulangan Isu Strategis Kampus pada Rabu, 31 Mei 2023. Dua pemateri tersebut dipandu moderator, Nanda Audia Vrisaba, S.Psi., M.Psi., Psikolog., Kepala Seksi Prevensi dan Intervensi, Subdit PPKS UNESA.
***
Penulis: Muhammad Azhar Adi Mas’ud
Editor: @zam Alasiah*
Foto: Dokumentasi Tim Humas