09 February 2021


Unesa.ac.id, Surabaya – Pandemi Covid-19 yang menyebar ke seluruh dunia saat ini berawal dari kasus yang terdeteksi pertama kali di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok pada November 2019 lalu. Meski sempat lockdown ketat, tetapi saat ini, kasus Covid-19 di Tiongkok cukup rendah, kehidupan pun berangsur normal.
Mengenai strategi pemerintah Tiongkok melawan Covid-19 dan kondisi terkini di sana, khususnya di Kota Wuhan. Humaidi Zahid, Alumni Prodi Bahasa Mandarin Universitas Negeri Surabaya (UNESA) yang melanjutkan studi Linguistik di Central China Normal University (CCNU), Wuhan dan saat ini masih di sana menyampaikan pengalamannya secara virtual dalam program Sharing Session 4: Kisah Pandemi di Delapan Negara Bersama Diaspora Indonesia pada Jum’at (5/2/2021).
Pria asal Lamongan itu menyampaikan bahwa, meski Wuhan adalah kota pertama ditemukannya kasus Covid-19 dan sempat heboh di awal-awal, khususnya saat penerapan lockdown, tetapi saat ini cenderung normal. Kasus bermunculan tidak terlalu signifikan dibanding negara-negara lainnya. Kendati demikian, jika keluar rumah, memang harus tetap mengenakan masker. “Kalau keluar, dan naik transportasi itu, memang wajib pakai masker. Bukan asal masker, harus masker yang standar dan perlu jaga jarak,” ujarnya.
Kesuksesan pemerintah Tiongkok dalam menekan penyebaran Covid-19 terletak pada komitmen pemerintah. Jika terdeteksi satu kasus saja di suatu wilayah, otoritas setempat langsung melakukan lockdown wilayah itu secara ketat. Riwayat perjalanan pasien terpapar virus ditelusuri secara rinci dan hati-hati. Lalu melakukan tes massal. “Selain itu, juga karena kesadaran dan kedisiplinan masyarakatnya. Jadinya Alhamdulillah ini mulai normal lagi,” ujar pria yang mendapat bantuan dana khusus dari rektor UNESA selama masa lockdown di Wuhan itu.
Selain Humaidi, ada tujuh pembicara asal Indonesia yang berada di negara lain dalam acara program Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 itu. Ada Evi Yuliana Siregar, dosen di Pusat Studi Asia dan Afrika, EI Colegio de Mexico, Meksiko. Kemudian Mohd. Agoes Aufiya, mahasiswa S-3 di Jawaharlal Nehru University, India, dan Anton Reynaldo, mahasiswa S-2 di University Auchkland, Selandia Baru.
Selain itu, juga ada Bambang Sumintono, dosen di University Malaya, Malaysia, kemudian ada Abdu’ Naf’an, mahasiswa S-2 Program MSc in Publick Health, University of Debrecen, Hungaria. Juga ada Gabriela Aristia, peneliti di Bidang Material Sains-German dan Vincentius Rumawas, Konsultan Human Factor dan Lingkungan Kerja, Norwegia.
Dari pengalaman masing-masing narasumber tersebut, pada umumnya, apa yang terjadi di Indonesia, baik secara kebijakan maupun kondisi masyarakatnya juga terjadi di negara-negara lain, meski memang ada beberapa perbedaan. Namun, kunci sukses melawan Covid-19 di negara lain seperti Selandia Baru misalnya yang cukup berhasil, yakni terletak pada komitmen pemerintah yang fokus dan tegas dalam kebijakan. Seperti pembatasan ketat bagi warga luar kota, daerah bahkan negara lain. Paling penting juga adalah perilaku disiplin dan ketat menerapkan protokol kesehatan serta saling bantu sesama demi kesehatan bersama dan kebaikan bersama.
“Semoga dari cerita atau pengalaman teman-teman di berbagai negara, bisa menjadi masukan yang baik buat kita di Indonesia dalam menangani Covid-19,” ujar Dr. Sonny Harry B. Harmadi, Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19. “Semoga kita bisa patuh, disiplin, dan pandemi pun segera berakhir,” harapnya. Acara sharing pengalaman tersebut lantas diakhiri oleh dr. Sonia Wibisono, Medical Doctor, Health Speaker, and Public Figure yang bertindak sebagai moderator. (yam/Humas Unesa)