14 August 2022


Unesa.ac.id, SURABAYA-Ada banyak pendapat yang menilai bahwa setiap regulasi yang lahir belakangan ini kurang memperhatikan aspirasi publik. Bahkan muncul regulasi yang kesannya ‘membungkam’ suara kritik dan ini bisa merusak demokrasi.
Persoalan ini membuat Laskar Intifada Saifullah Fatah Wardana, mahasiswa prodi Administrasi Negara, UNESA resah. Menurutnya, dengan alasan apapun, praktik yang secara tidak langsung membungkam aspirasi rakyat tidak boleh dibiarkan. Karena itu, menurutnya, pemerintah perlu merancang regulasi yang benar-benar pro-rakyat dan mengakomodasi kebutuhan masyarakat bukan sebaliknya.
Atas dasar itulah, dia merancang undang-undang demokrasi siber. Gagasannya ini dipresentasikan dalam Pilmapres UNESA 2022 dengan judul “Reka Cipta Undang-Undang Demokrasi Siber sebagai Sarana Dasar Hukum Digitalisasi di Era Society 5.0”. Gagasannya ini mendapat apresiasi dari dewan juri dan dia berhasil menjadi mahasiswa berprestasi atau juara 1 kategori Diploma Utama Pilmapres UNESA 2022.
Menurutnya, aspirasi rakyat di ruang digital belum terlalu maksimal, sehingga dibutuhkan regulasi khusus yang menjawab kebutuhan tersebut. “Kira-kiri reka cipta undang-undang ini sebagai pandangan baru atau regulasi baru untuk memberikan ruang kebebasan masyarakat dalam menyampaikan pandangannya terhadap perjalanan roda pemerintahan,” ujarnya.
Aspek demokrasi selama ini hanya dipahami secara konvensional, sementara di ruang digital belum terlalu diakomodasi. Karena itu harus mulai diperhatikan dengan pembentukan undang-undang yang mengedepankan partisipasi dan mewadahi seluruh kebutuhan publik.
Pria yang merupakan ketua BEM Vokasi ini menambahkan bahwa gagasannya itu telah disosialisasikan ke teman-temannya di kampus dan organisasi. Tujuannya untuk membangun kesadaran mahasiswa agar peka terhadap isu demokrasi di ruang digital.
“Mahasiswa sebagai agent of change plus social control harus memahami skema perjalanan republic ini dan regulasinya. Kita harus kritis. Fungsi kita di situ, jangan hanya menjadi jargon semata. Mahasiswa selain harus banyak belajar, juga harus banyak berinovasi, mencapai prestasi dan memberi kritik terhadap penguasa,” tukasnya.
Rahasia Juara Pilmapres
Pria yang akrab disapa Laskar itu menjelaskan bahwa tidak ada rumusan spesial untuk menjadi mahasiswa berprestasi (mawapres). Apa yang dia lakukan pun sama seperti mahasiswa pada umumnya, yaitu kuliah dan aktif berorganisasi. Keduanya, katanya, harus seimbang atau organisasi harus mendukung proses belajar dan mengembangkan diri. Itu yang dia maksimalkan.
“Bisa jadi juara karena saya mempersiapkan diri dengan matang. Apa yang dibutuhkan, apa syaratnya, apa keresahan saya, apa solusinya dan itu jadi pondasi gagasan saat presentasi. Tentu gagasan itu harus saya uji kiri dan kanan dengan dosen dan teman-teman,” bebernya.
Baginya, menjadi mawapres merupakan sebuah pencapaian yang begitu berharga dan besar untuk didedikasikan kepada kedua orang tua, dosen, dan teman-temannya. Dengan menjadi mawapres, ia bisa menjadi orang yang bermanfaat untuk sekitar dan dirinya sendiri.
Dia tidak menampik bahwa di balik capaiannya itu ada usaha maksimal dan dukungan orang tua, dosen dan teman-teman kelasnya. “Motivasi orang tua membuat saya selalu bangkit. Doa keduanya menjadi kunci. Semoga ini menjadi motivasi bagi diri saya sendiri dan jadi inspirasi bagi teman-teman mahasiswa lainnya. Tidak ada yang tidak mungkin, kalau ada niat, ada target dan usaha sungguh-sungguh, semua bisa tercapai,” tutupnya.
Penulis: Riska Umami
Editor: @zam Alasiah*
Foto : Dokumentasi Laskar Intifada Saifullah Fatah Wardana