17 December 2022


Unesa.ac.id, SURABAYA–Pertemanan yang sehat cenderung saling membantu dan mendukung satu sama lain. Namun, pada kenyataannya tidak sedikit terjadi relasi yang tidak seimbang dalam sebuah pertemanan. Ada saja teman yang memanfaatkan dan menyakiti, tetapi di sisi lain kita tak bisa keluar dari lingkungan pertemanan itu.
Kondisi ini bisa disebut sebagai toxic relationship. Dosen Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Nurchayati, S.Psi., M.A., Ph.D, bahwa toxic relationship cenderung tidak sehat dan membahayakan. Dia mengungkapkan ada beberapa ciri teman yang toxic.
“Misalnya ada tanda merendahkan, menyebarkan gosip tentang kita, membuat kita tak merasa aman, suka menyakiti dan membandingkan, mengutamakan dirinya sendiri, suka berbohong itu termasuk ciri-ciri teman yang toxic,” ucapnya.
Bagi yang sudah ada dalam pertemanan yang seperti ini, bisa melakukan beberapa hal. Pertama, bisa menetapkan batasan dalam pergaulan. Artinya, berinteraksi sewajarnya saja dan tidak sesering mungkin. Kedua, memberikan saran secukupnya. Ketiga, berbicara langsung dan baik-baik dengannya. Keempat, harus berani katakan tidak kepadanya. Kelimat, berinteraksi dengan teman lain yang lebih sehat.
“Intinya buat batasan. Jangan libatkan teman yang begini dalam hal urusan pribadi, keluarga dan hal-hal lain. Apalagi cerita sesuatu yang sifatnya bukan rahasia umum dan seterusnya,” ucapnya.
Nah, agar remaja atau anak-anak muda tidak terjebak dalam lingkaran pertemanan yang toxic, Nurchayati memberikan beberapa saran yang bisa dilakukan. Pertama, mengenali tertelbih dahulu lingkungannya dan perilaku dalam lingkungan pertemanan. Kedua, tidak cepat terlibat atau melibatkan teman dalam urusan yang sensitif seperti keluarga dan urusan pribadi.
Selanjutnya, ketiga, mendeteksi adanya semacam syarat lingkungan pertemanan. “Kalau kita harus beli barang ini dululah baru bisa bergaul dengan mereka (teman, red). Ini sudah tanda toxic dan harus dihindari,” ucapnya. Keempat, percaya diri sendiri dan menyibukan diri dengan kegiatan yang positif.
Selain itu, peran orang tua sangat diperlukan, terutama dalam menjadikan rumah sebagai tempat yang nyaman bagi anak dalam mencurahkan segala keluh kesannya, termasuk dalam hal pertemanan mereka. Komunikasi menjadi kunci bagi orang tua untuk mengetahui bagaimana pergaulan anaknya di luar rumah.
"Jika misalnya anak sudah cerita tentang teman-temannya dan terdeteksi lingkungan pergaulan anak yang sudah kurang sehat misalnya bisa langsung memberikan arahan yang baik. Semua kembali ke cara orang tua membangun komunikasi yang baik dengan anak. Komunikasi yang baik harus terbangun sejak dini antara orang tua dan anak dapat menjadi pencegahan dini bagi anak untuk menjaga pergaulan mereka," paparnya. (Humas Unesa)
Sumber foto : Photo by Belle Co: https://www.pexels.com/photo/silhouette-photography-of-group-of-people-jumping-during-golden-time-1000445/