10 March 2021


Unesa.ac.id, Surabaya-Universitas Negeri Surabaya terus berinovasi dan berkolaborasi dalam meningkatkan kualitas lulusan melalui sejumlah riset dan karya terapan pengembangan ragam metode pembelajaran. Salah satunya dengan merilis Sistem Isyarat Komunikasi dengan nama Signalong Indonesia.
Dalam pengembangannya, riset tersebut dilaksanakan oleh Guru Besar bidang Disabilitas sekaligus Ketua Pusat Studi Layanan Disabilitas (PSLD) Unesa, Prof. Budiyanto, M.Pd dan Peneliti Senior Signalong sekaligus Dosen Open University United Kingdom, Prof. Kieron Sheehy, Ph.D. Selain itu, melibatkan dosen Pendidikan Luar Biasa Unesa dan guru sekolah luar biasa dari berbagai provinsi serta bekerja sama dengan Sekolah Galuh Handayani.
Setelah peluncuran Kamus Digital Signalong Indonesia yang dilaksanakan melalui acara Rumah Inovasi pada 18 September 2020 lalu, kini publikasi sekaligus sosialisasi dilaksanakan lewat acara Webinar Internasional berjudul “Signalong Indonesia: It Felt Dancing” melalui kanal Zoom pada Rabu (10/03/2021).
Acara tersebut dihadiri oleh lebih dari 300 peserta dari berbagai negara, mulai dari guru sekolah luar biasa atau berkebutuhan khusus, peneliti, dan mahasiswa dari. Ada tiga pembicara utama kegiatan itu, yakni Prof. Budiyanto, M.Pd, Prof. Kieron Sheehy, Ph.D dan Prof. Joanna Kossewska, Ph.D dari Pedadogical University of Crakow Polandia. sebagai peneliti yang memiliki concern dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerjasama Unesa, Drs. Sujarwanto, M.Pd. dalam sambutannya mengatakan bahwa Unesa memiliki komitmen yang kuat dalam pengembangan sumber daya unggul di bidang pendidikan dan juga mengembangkan Kampus Ramah Disabilitas lewat PSLD.
Dalam Webinar tersebut oleh narasumber dijelaskan mengenai sejarah hadirnya Signalong Indonesia yang pertama kali dikembangkan pada 2011 melalui forum khusus. Forum itulah yang mempertemukan Budiyanto dan Kieron yang saat itu membahas tentang isyarat komunikasi yang berkembang di United Kingdom.
Kemudian pada 2012 mulai dikaji lebih komprehensif untuk implementasi Signalong yang berbasis pada penyesuaian budaya komunikasi masyarakat Indonesia dengan melibatkan guru sekolah luar biasa dari berbagai provinsi. Selanjutnya, pada 2013 mulai dilaksanakan tiga aktivitas besar yang terdiri dari basic training, perancangan tim pengembang dan pelaksanaan riset mendalam dengan dukungan dari Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tempat penelitiannya dilaksanakan di Surabaya.
Lalu pada 2015 mulai dilaksanakan diseminasi di Galuh Handayani yang memiliki anak didik dengan berbagai kebutuhan khusus maupun anak didik reguler (non berkebutuhan khusus). “Hingga kini, produk Signalong Indonesia semakin bervariasi untuk dipelajari dan diakses, mulai dari adanya kamus digital, website, komik berbasis storytelling, aplikasi SIDRA (Signalong Indonesia Digital Read Aloud) yang merupakan aplikasi mobil teknik tutorial cerita bagi anak dengan hambatan komunikasi dalam menghadapi era new normal,” terang Budiyanto.
Dalam kesempatan itu juga disampaikan testimoni dari salah satu pengajar di TK Galuh Handayani yang mengungkapkan adanya kemudahan bagi siswa untuk memahami materi atas bantuan Signalong Indonesia. “Anak-anak yang mengalami gangguan komunikasi menjadi lebih mudah untuk menangkap informasi, sedangkan bagi anak-anak reguler, mereka menjadi lebih semangat dalam mengikuti pembelajaran,” ungkap Hani, guru TK Galuh Handayani.
Sementara itu, Kieron mengungkapkan bahwa sistem isyarat komunikasi yang pertama kali berkembang di Inggris itu dirancang melalui kajian pustaka yang mendalam. Selain itu, juga didasarkan pada eksperimen pembelajaran dalam kelas untuk mengetahui kebutuhan pembelajaran yang tepat untuk anak berkebutuhan khusus.
“Komunikasi menjadi kunci dari pendidikan anak berkebutuhan khusus dan Signalong memiliki keunggulan karena lebih komunikatif dengan mempraktikkan simbol-simbol sesuai budaya komunikasi yang berkembang di suatu daerah dan negara,” terangnya.
Dari riset yang pernah dilakukan, lanjutnya, sekitar 90% mengungkapkan bahwa Signalong Indonesia mempermudah pemahaman bagi anak berkebutuhan khusus, seperti tuna grahita. Selain itu, juga membuat suasana kelas lebih menyenangkan, penyampaian pesan menjadi lebih interaktif bagi anak non-berkebutuhan khusus,” pungkasnya.
Prof. Joanna Kossewska, Ph.D, Institute of Psychology, Pedadogical University of Crakow Polandia dalam kesempatan itu memaparkan tentang kondisi spektrum autistik. Menurutnya, istilah autistik pada awal abad ke-20 diartikan untuk sekelompok prilaku yang saat itu muncul pada orang-orang Skizofrenia.
“Autis merupakan titipan yang hadir dengan segenap potensi khusus, karena itu, dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi dan kemampuan mereka perlu pendekatan dan strategi yang tepat, khusus, dan juga perlu melibatkan kemajuan teknologi komunikasi agar semakin efektif dan efisien,” tuturnya. (Humas Unesa)