27 January 2021


Unesa.ac.id, Surabaya – Terlibat dalam aksi kemanusiaan memang perlu perjuangan, cukup menguras tenaga dan pikiran. Namun, semua itu terbayar setelah tim relawan menyaksikan senyuman bahagia anak-anak dan para warga korban gempa. “Terima kasih, terima kasih banyak Unesa,” ucap warga Maliaya, Kec. Malunda, Kab. Majene kepada tim relawan Unesa yang melakukan psikoedukasi di pengungsian mereka pada Minggu (24/1).
Ari Trio Adi Saputra salah satu tim relawan Unesa mengatakan bahwa turut serta dalam aksi kemanusiaan menjadi relawan “Unesa Peduli Mamuju dan Majene” pada masa pandemi memang menegangkan. Melakukan psikoedukasi dan kerap bertemu warga membuat dia dan timnya selalu waspada. Karena itu, disiplin prokes harus tetap dilakukan. “Kita pun ikut swab antigen di lokasi untuk antisipasi. Alhamdulilah semua negatif,” ujarnya.
Mahasiswa Prodi Ilmu Keolahragaan Unesa itu melanjutkan bahwa pada awalnya perjalanan ke lokasi cukup melelahkan. Namun sesampainya tim relawan di Mamuju pada Sabtu (23/1), rasa letih mendadak hilang. Kesedihan justru memuncak, menyaksikan banyak bangunan yang rata dengan tanah dan para warga tertidur hanya beralaskan tikar dan beratapkan terpal. “sedih banget, karena itu kami membantu mereka sebisa yang dapat kami lakukan, senyuman mereka adalah motivasi kami,” imbuhnya.
Ketua panitia relawan Unesa, Wiryo Nuryono, S.Pd., M.Pd. mengatakan bahwa tim relawan Unesa disambut baik oleh warga dan para relawan lainnya di sana. Setelah timnya mendaftar di posko pusat relawan Sulawesi Barat, langsung mempersiapkan segala hal untuk turun ke tiap desa melakukan psikoedukasi di lokasi yang dianggap parah dan rawan gempa.
Pada Minggu (24/1) timnya melakukan trauma healing di camp pengungsian Desa Maliaya, Kec. Malunda, Kab. Majene dan disuport oleh perangkat desa setempat. Ada banyak kegiatan yang dilakukan dengan anak-anak dan warga di sana. Mulai dari menggambar, mendongeng dengan boneka, bermain balon dan permainan lainnya. “Kami senang, anak-anak bisa kembali tertawa dan paling penting mereka kembali pulih secara psikologis,” ujar Wiryo Nuryono.
Kemudian pada Senin (25/1), tim Unesa bergerak ke camp pengungsian di SMA Negeri 1 Papalang. Agendanya sama, yakni melakukan psikoedukasi untuk para korban gempa lewat permainan dan keseruan bersama anak-anak dan warga. Selain itu, tim Unesa juga memberikan pelatihan kontrol pernapasan untuk mengurangi kepanikan berlebih, cara mengatur pikiran agar tetap positif, dan pelatihan totok akupresur. “Itu kita berikan untuk warga yang dewasa, dan paling penting kita melatih agar orang tua bisa berpikiran positif meski situasi genting,” terang Ramadhan Maruta, S.Psi. koordinator relawan Unesa.
Untuk agenda hari berikutnya hingga 27 Januari 2021, relawan Unesa akan tetap melakukan psikoedukasi atau trauma healing di beberapa lokasi pengungsian. Konsepnya yakni memberikan hiburan agar trauma warga pascagempa bisa pulih secapat mungkin. Setiap lokasi aktivitasnya bisa berbeda-beda dan disesuaikan dengan kondisi warga di tiap lokasi.
Asrin, perangkat desa Maliaya, Kec. Malunda, Kab. Majene mengatakan bahwa kebutuhan warga korban gempa memang seputar kebutuhan pokok berupa sandang, pangan dan papan, tetapi yang lebih penting juga adalah kebutuhan pemulihan dari rasa takut dan trauma agar tidak berkepanjangan.
Karena itu, program pesikoedukasi atau trauma healing sangat dibutuhkan para korban. “Yang jelas kami terharu, dan berterima kasih kepada Unesa dan timnya, karena sudah berkunjung dan membantu kami yang ada di sini. Semoga Unesa dan jajarannya terus menjadi kampus yang peduli, sukses selalu untuk Unesa,” ucap Asrin. (Yam/Humas Unesa)