05 May 2019


Unesa.ac.id, Surabaya - Keberpihakan kepada penyandang disabilitas menjadi salah satu acuan penyelenggaraan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) setiap tahunnya. Termasuk tahun 2019 ini, dengan format Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) tetap dilaksanakan dengan memperhatikan mereka yang berkebutuhan khusus.
Pelaksanan ujian untuk penyandang difabel memang menjadi perhatian Kemristekdikti dan Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi Negeri (LTMPT). Mengutip siaran pers yang dikeluarkan LTMPT, Kemristekdikti bersama LTMPT meluncurkan Teknologi Ramah Tunanetra Bagi Peserta UTBK kemarin (3/5) di Jakarta.
Prof. Muhammad Nasir, Phd, Menristekdikti, menyebutkan, semua siswa diseluruh Indonesia memiliki kesempatan yang sama masuk perguruan tinggi negeri, oleh karena itu LTMPT mengembangkan metode screen reader untuk memberikan aksesibilitas bagi peserta disabilitas tunanetra agar dapat membaca tulisan di layar komputer.
"Ini kebijakan yang sangat ramah pada difabel yang kali ini kita lakukan sehingga semua orang mempunyai kesempatan sama masuk perguruan tinggi,” ucap Menristekdikti pada peluncuran Screen Reader UTBK 2019 di Gedung D Kemenristekdikti, Senayan.
Nasir mengungkapkan untuk peserta tunanetra semua materi UTBK akan dinarasikan dalam bentuk audio berupa bahasa, Ia menilai cara ini lebih efektif dibandingkan dengan metode Braille.
Sementara itu cerita hadir dari peserta UTBK yang berkebutuhan khusus bernama Sandya. Pagi ini (4/5) Sandya berangkat ke Unesa kampus lidah wetan bersama keluarga. Siswi dari Sidoarjo ini salah satu dari empat peserta UTBK berkebutuhan khusus pada sesi ke-9 di gedung rektorat Unesa. Pagi itu ia bersama peserta difabel lain diberikan kesempatan masuk terlebih dahulu dan dibantu oleh pengawas untuk masuk ke ruang tes. Di dalam ruangan tersebut, para pengawas secara telaten menjelaskan tata cara pelaksanaan ujian bagi mereka.
Seperti peserta lainnya, Sandya mengaku tak memiliki persiapan khusus. Ia hanya mengulang pelajaran sebelumnya dan lebih intensif menjelang tes. Mesti nampak gugup tetapi ia tetap yakin.
“Saya optimis ingin lulus dan masuk ke Pendidikan Luar Biasa (PLB) di sini (Unesa) supaya nanti saya bisa membantu teman-teman yang lain”, terangnya.
Prof. Dr. Bambang Yulianto, M.Pd, Wakil Rektor Bidang Akademik Unesa, sekaligus ketua pelaksana ujian mengatakan bahwa Unesa telah bersiap untuk membantu dan memfasilitasi para peserta difabel.
“Kami siap membantu sepenuh hati. Bahkan, tidak hanya sampai tes saja, ketika nanti ada mahasiswa berkebutuhan khusus, Unesa telah siap karena kami sudah berkomitmen sejak awal sebagai kampus ramah disabilitas”, terangnya
Menurut Bambang, Unesa terus mengembangkan diri sebagai kampus ramah disabilitas. Ini ditunjukkan dari berbagai aspek yang disiapkan seperti gedung yang dirancang ramah terhadap penyandang disabilitas, para pengajar yang sudah siap, serta relawan khusus untuk membimbing mereka. Tahun lalu Unesa menerima 14 mahasiswa baru dari kalangan difabel yang terdiri dari penyandang tunanetra, tunadaksa dan tunagrahita yang tersebar di seluruh fakultas dan jurusan (HumasUnesa)