13 July 2022


Unesa.ac.id, SURABAYA -Sekitar 150 peserta dari kalangan mahasiswa, dosen, peneliti hingga praktisi antusias mengikuti dan terlibat dalam diskusi seputar bahasa dan sastra secara daring kemarin (Selasa, 12 Juli 2022). Mereka sedang mengikuti “Seminar Nasional Paramasastra ke-8” yang diselenggarakan FBS dengan tema “Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya”.
Acara ini dibuka oleh Wakil Dekan Bidang Akademik FBS, Dr. Mintowati, M.Pd. Ia mengatakan, “Puji syukur agenda tahunan FBS yakni Seminar Nasional Paramasastra dapat digelar kembali. Semoga dapat mewujudkan pertukaran ilmu pengetahuan yang lebih luas lagi.”
Seminar nasional tersebut diketuai Masilva Raynox Mael, M.Pd., dosen jurusan Bahasa Jepang UNESA. Dia mengungkapkan bahwa seminar ini bertujuan untuk mewadahi pemikiran kritis dan penelitian dalam ruang lingkup bahasa, sastra, dan pembelajarannya
Ada tiga pemateri yang hadir yaitu Prof. Dr. Imam Suyitno, M.Pd. Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, Prof. Dr. Subandi, MA. Guru Besar FBS UNESA, dan Dr. Joko Sukoyo, M.Pd. dosen FBS, Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Prof. Imam Suyitno menyampaikan materi “Pemahaman Budaya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA)”. Menurutnya, pengajar harus memiliki pemahaman yang cukup akan budaya asing mahasiswa BIPA. Tujuannya agar pembelajaran lebih efektif dan fleksibel.
‘Memahami latar dan orientasi budaya yaitu tentang sifat orang, hubungan dengan alam, hingga hubungan dengan manusia,” ujarnya.
Prof. Subandi menyampaikan topik “Dominasi Simbolik Bourdieu dan Implementasinya pada Teks Wacana Publik”. Dominasi simbolik Bourdieu ini, katanya, merupakan kajian yang menarik ketika digunakan untuk mengupas isu yang saat ini terjadi.
“Implementasinya dapat dilihat dalam hubungan bilateral di barat baru-baru ini. Bahasa telah dieksploitasi menjadi cara untuk membenarkan diri sendiri dan menjelma menjadi praktik dominasi,”paparnya.
Sementara itu, Dr. Joko Sukoyo selaku pemateri ketiga memaparkan kajiannya tentang pembelajaran bahasa dan sastra dengan judul “Model Joyful Learning”. Joyful Learning merupakan model pembelajaran yang bertujuan menyenangkan serta membangkitkan minat, semangat, dan kreativitas siswa.
Kombinasi antara metode tradisional dan metode berbasis digital adalah salah satu cara yang cukup efektif dalam pembelajaran. Kunci dalam Joyful Learning ini adalah meramu ide dan kreatifitas yang dapat membuat pembelajaran menarik bagi siswa. [HUMAS UNESA]
Penulis: Muhammad Ari Rifqi Mubarok
Editor: @zam Alasiah*