09 April 2024


Dewi Fatma Wati menjalani kegiatan di atas KRI Dewaruci dalam program Pelayaran Muhibah Budaya Jalur Rempah 2023 oleh Ditjen Kebudayaan, Kemendikbukdristek
Unesa.ac.id, SURABAYA—Dewi Fatma Wati, mahasiswa S-1 Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Universitas Negeri Surabaya (UNESA), menjadi salah satu delegasi yang mengikuti Kegiatan Pelayaran Muhibah Budaya Jalur Rempah 2023. Perempuan yang akrab disapa Dewi itu merupakan satu dari 20 delegasi Indonesia yang berasal dari berbagai unsur yang dikenal dengan Laskar Rempah.
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan melalui Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi akhir tahun lalu itu memberikan banyak pengalaman berharga bagi peserta.
Kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan cagar budaya serta objek pemajuan kebudayaan yang mengikuti narasi konektivitas Jalur Rempah itu sangat bermanfaat bagi Dewi.
Dewi menceritakan bahwa pelayaran ini melibatkan kapal legendaris KRI Dewaruci dengan rute Surabaya hingga Pulau Selayar di Sulawesi Selatan. Ketika kapal bersandar, para peserta diajak untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan seperti Festival Budaya di Selayar yang meliputi pertunjukan, seminar, workshop, serta lomba event budaya, dan lain sebagainya.
"Dari sini bisa dapet insight baru khususnya di Pulau Selayar yang ternyata dulunya dijadikan tempat singgah kapal dan banyak peninggalannya seperti gong nekara terbesar yang ada di dunia yang berfungsi sebagai genderang perang dan alat upacara pelantikan raja, minta hujan dan ritual lainnya," jelasnya.
Salah satu momen tak terlupakan saat berlayar adalah ketika KRI Dewaruci melintasi garis khatulistiwa, yang diiringi dengan sebuah ritual khusus, yaitu "mandi khatulistiwa" atau "mandi suci". Ketika kapal melewati garis tersebut, seluruh awak dan penumpang kapal berkumpul di geladak H.
Dewi bersama peserta Pelayaran Muhibah Budaya Jalur Rempah 2023 dan jajaran awak kapal KRI Dewaruci-TNI AL
Atmosfer gelap yang dipenuhi kegembiraan menciptakan kesan magis ketika para awak kapal, seolah-olah menjadi bajak laut, menyiramkan air laut kepada yang lainnya. Ritual ini menjadi momen pengingat akan keluarga di rumah, karena setiap orang dipanggil satu per satu untuk disiram air kembang oleh komandan KRI.
"Saat mandi suci ini awak kapal berperan sebagai dewa dan dewi Neptunus di atas KRI dan para peserta seakan-akan jadi sanderanya. Ini juga sebuah perwujudan simbolis dari pepatah dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung yang punya makna dalam menghormati tradisi dan adat istiadat yang ada di lingkungan tempat seseorang hidup atau berkunjung," terangnya.
Hal itu mencerminkan sikap saling menghormati dan menerima keberagaman budaya serta memperkuat kesadaran akan nilai-nilai lokal yang kaya akan tradisi dan warisan budaya. Di samping jauh dari daratan dan ketersediaan sinyal, rasa kekeluargaan sangat terasa dengan saling melengkapi.
Acara itu diakhiri dengan minuman jahe hangat untuk menyegarkan suasana di malam hari, menambah kesan kehangatan dan kebersamaan di atas kapal, menjadikan pengalaman tersebut begitu istimewa dan tak terlupakan.
Selain bertujuan untuk mempromosikan budaya maritim dan sejarah rempah-rempah di kawasan Nusantara, Dewi menyebut kegiatan itu mendukung upaya agar jalur rempah diakui sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO. Ada berbagai fokus pada aspek jalur rempah itu yang mencakup seni budaya, kriya dan wastra, kuliner, ramuan/obat-obatan, serta sejarah.
Dewi menjelaskan bahwa lintasan jalur rempah tidak hanya menjadi tempat pertukaran rempah-rempah, tetapi juga menjadi jalan bagi pertukaran budaya. Dengan keterhubungan yang terjalin, jalur rempah memiliki potensi untuk menjadi poros maritim dunia.
Dengan menelusuri kembali jejak sejarah tersebut dan menghidupkan kembali cagar budaya yang ada, ia belajar bahwa Jalur rempah bukan hanya merupakan warisan masa lalu, tetapi juga merupakan landasan untuk masa depan yang lebih baik bagi kita semua. []
***
Reporter: Mohammad Dian Purnama (FMIPA)
Editor: @zam*
Foto: Dokumentasi Dewi