27 November 2021


Unesa.ac.id, SURABAYA-Unesa International Forum Of University Rectors (UNIFUR) 2021 yang bertemakan ‘Strengthening Accessible Disaster Risk Reduction for Inclusive Communities’ menghadirkan banyak narasumber dalam dan luar negeri. Pada hari ketiga forum tahunan itu, hadir tiga narasumber seperti Jun Kawaguchi dari University of Tsukuba, Jepang, Kieron Sheehy dari The Open University, United Kingdom, dan Dr. Diana Rahmasari, S.Psi., M.Si., Psikolog., Dosen UNESA.
Jun Kawaguchi sebagai pemateri pertama membuka materi dengan paparan tentang jumlah dan persentase kerusakan akibat bencana alam. Dari data tahun 2016, Jepang adalah salah satu negara yang paling sering mengalami bencana alam dengan jumlah presentase 17 persen. Lalu, disusul negara Asia lainnya dan Amerika pada urutan ketiga. “Pemerintah Jepang membentuk berbagai macam strategi dan persiapan guna menghadapi bencana alam,” ujarnya.
Dia menambahkan, saat terjadi bencana, yang harus jadi perhatian adalah anak-anak, wanita hamil, lansia dan penyandang disabilitas. Mereka itu merupakan kelompok rentan yang tidak dapat menyelematkan diri sendiri, karena itu perlu dipikirkan strategi antisipasi bahkan evakuasinya.
Dalam kesempatan itu, Kieron Sheehy menyampaikan bahwa bencana alam dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, terutama di daerah yang rawan bencana seperti daerah pesisir pantai, lereng gunung berapi dan lain sebagainya.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa terdapat 3 hal yang dapat membantu difabel ketika menghadapi bencana, yakni; memahami lebih banyak tentang penyandang disabilitas; mengikutsertakan pekerja komunitas, kesehatan dan disabilitas ke lapangan; dan petugas maupun masyarakat perlu mengambil peran yang lebih besar dalam membantu kelompok rentan.
Sementara Diana Rahmasari, menyampaikan bahwa mampu bertahan dari bencana adalah proses yang sangat rumit bagi penyandang disabilitas. Terutama bagi tuna daksa yang kesulitan mobilitas. Jika terjadi bencana alam seperti gempa, tsunami, dan kebakaran. "Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan, setidaknya dua hal, infrastruktur mulai dari peralatan, tim tanggap bencana hingga arsitektur ramah difabel dan edukasi bencana," jelas Ketua SMCC UNESA itu.
Selain itu, ia mengatakan bahwa tim tanggap bencana tidak mesti dari luar. Namun bisa berasal dari orang-orang terdekat, tetangga dan keluarga. Karena itu, mereka perlu diberikan pemahaman tentang kebencanaan lewat pelatihan mitigasi bencana secara berkala. “Dengan semakin banyak masyarakat yang paham kebencanaan, harapannya korban jiwa dan kerugian semakin bisa diminimalisir,” ucapnya. [Humas UNESA]
Penulis : Wulidah
Editor: @zam