23 November 2021


Unesa.ac.id, SURABAYA-Lembaga Pengembangan Pembelajaran & Profesi (LP3) Universitas Negeri Surabaya, dan Pengelolaan Program Dosen Magang Kemendikbudristek menyelenggarakan webinar terpusat dengan tema ‘Rekonstruksi Pendidikan di Indonesia’ pada Senin (22/11/2021).
Wakil Rektor Bidang Akademik, Prof. Dr. Bambang Yulianto, M.Pd. memberikan sambutan sekaligus membuka acara webinar ini. Ia memaparkan, sebagaima UNESA menerapkan konsep kampus merdeka, merdeka belajar diimplementasikan dalam bentuk memberikan hak belajar bagi mahasiswa 3 semester di luar program studinya, 1 semester diberi hak belajar di luar prodinya, tetapi tetap di dalam kampus atau di UNESA.
Kemudian 2 semester lagi diberi hak belajar di luar kampus UNESA. Untuk 2 semester diluar UNESA ini bersifat wajib, sedangkan untuk yang 1 semester diluar prodi itu diberikan hak memilih, sehingga boleh tetap berada dalam prodi atau memilih diluar prodi.
Dia melanutkan, belajar di luar kampus banyak pengalamannya, di antaranya adalah 1) magang atau praktik kerja, 2) proyek di desa, 3) mengajar di sekolah, 4) pertukaran pelajar, 5) penelitian atau riset, 6) kegiatan wirausaha, 7) studi atau proyek independen, 8) proyek kemanusiaan.
Untuk mengatur hal-hal tersebut UNESA memiliki Satuan Organisasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang di dalamnya terdapat 3 divisi; Divisi KKN, Divisi pertukaran mahasiswa dan magang riset, dan Divisi Praktik Lapangan.
Rektor UNESA periode 2010– 2014, Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd. yang sekarang menjabat sebagai Ketua Umum LAMDIK menyampaikan materi tentang merekonstruksi pendidikan dengan sebuah keniscayaan. Ia menyampaikan, pola pendidikan berdasar teori atau ilmu dan bukan sekedar coba-coba, karena pendidikan bersifat irreversible.
Orang dalam bekerja dibagi menjadi 4 level, 1) Level political commitment, orang yang bekerja atas dasar aturan, 2) Level intelectual commitment, apakah itu memang cocok ditempat saya, kalau tidak cocok tentu dimodifikasi, 3) Level social commitment, apakah yang saya ajarkan bermanfaat pada anak didik, 4) Level spiritual commitment, apakah yang saya ajarkan cocok dengan nilai-nilai spiritual yang berlaku.
Sehingga pendidikan itu yang dilihat adalah outcomenya, sebagai berikut 1) Outcome, kemampuan apa yang diperlukan dalam kehidupan 20 tahun mendatang, 2) Output, CPL (Capaian Pembelajaran saat Lulus) harus cocok sebagai bekal di 20 tahun mendatang, 3) Process, pembelajaran harus dapat membentuk CPL yang diinginkan, 4) Input, apa yang harus dipelajari dan bagaimana cara belajarnya. Sehingga berbasisnya bukan mata kuliah, melainkan outcomenya.
Untuk itu, karateristik kehidupan yang perlu didefinisikan, kemudian life skills sebagai CPL dan pengalaman belajar yang diperlukan. “Basisnya kebutuhan mahasiswa agar nanti bisa sukses dalam kehidupannya bukan mata kuliah, sehingga ego keilmuan perlu diturunkan,” ungkapnya. {Humas UNESA]
Reporter: Aida
Editor: @zam*