06 May 2021


Unesa.ac.id, Surabaya-Office of International Affairs (OIA) Universitas Negeri Surabaya mempersembahkan TOP 100 QS World Universities Webinar Series Series 2 dengan tema “Exploring Research Trends on Multiple Fields” pada Rabu, 5 Mei 2021 pukul 10.00 WIB.
Acara webinar dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars Unesa. Kemudian sambutan oleh Rektor Unesa dan dilanjut dengan pemaparan materi lalu bersambung dengan sesi tanya jawab. Pada webinar ini menghadirkan tiga orang pemateri, yakni Dr. Chew Soon Beng dari Nanyang Technological University of Singapore (NTU), Dr. Mercy Karnuiah Jesuvadian dari National Institute of Education, Singapura, dan Dr. Azmawati Binti Mohamad Nor dari University Malaya, Malaysia.
Dalam pemaparannya, Dr. Chew mengatakan bahwa tren penelitian di bidang ekonomi saat ini. Menurutnya, salah satu yang masih menjadi tren yakni tentang perilaku ekonomi masyarakat dampak pandemi Covid-19. Selain itu juga tentang tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat.
Dia menambahkan bahwa sekitar sepuluh tahun yang lalu, pemerintah Singapura tidak terlalu memprioritaskan perankingan universitas. Tetapi lebih dominan memperhatikan bagaimana penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengabdian di kampus memberi manfaat kepada masyarakat dan negara.
“Penelitian di bidang ekonomi misalnya harus membantu untuk memahami kebutuhan masyarakat serta membantu membangun masyarakat yang inklusif. Bagi negara-negara berkembang, riset harus meningkatkan pemahaman dan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik serta membantu memecahkan masalah masyarakat,” ujarnya.
Dalam pemaparan materi kedua, Dr. Mercy menjelaskan tentang penelian di dunia pendidikan anak-anak. Gerakan terbaru dalam penelitian tentang anak-anak adalah yakni tentang anak-anak yang terlihat sebagai kelompok yang termarginalkan, rentan dan dapat dilindungi.
Dalam penelitian konteks itu, memang tidak mudah, sebab peneliti sedikit kesulitan untuk mengakses keadaan anak-anak yang sebenarnya. “Mendapatkan akses kepada anak-anak dapat menjadi lebih sulit bahkan dengan izin yang diberikan oleh otoritas yang relevan,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa riset dengan anak-anak mendahului kebutuhan para peneliti untuk menghargai kompetensi bawaan anak atas pengalaman hidup. Membangun hubungan baik dan dapat diakses oleh anak-anak maupun orang dewasa adalah kunci untuk menyelidiki secara mendalam pengalaman hidup para peserta riset. “Riset anak-anak tentu berbeda dengan riset kelompok dewasa, karena itu penting menggunakan pendekatan tepat dan membangun hubungan yang baik sesuai kebutuhan atau kadar pertumbuhan dan perkembangan anak,” tuturnya.
Sementara pada sesi terakhir, Dr. Azmawati dalam pemaparannya menjelaskan tentang intervensi psikologi positif di sekolah. Menurutnya, lingkungan pendidikan, sekolah maupun kelas erat kaitannya dengan kondisi psikologis. Karena itu, memang harus menjadi perhatian bersama para stakeholder.
Menurutnya, aktivitas yang positif dan interaktif serta menyenagkan di sekolah seperti bermain peran dapat pendukung kesehatan mental peserta didik. Perkara kesehatan mental harus harus dipandang secara holistik atau menyeluruh, baik siswanya, pendidikannya, dan aspek lingkungannya. “Mengadopsi model pencegahan kesehatan mental dan menumbuhkan keterampilan psikologis, emosi dan sosial sangat diperlukan untuk kebutuhan ini (mental siswa, red),” katanya.
Ia melanjutkan, pelaksanaan program adopsi itu bisa ditargetkan pada tahap akhir masa kanak-kanak dan remaja masa awal di mana anak secara kognitif siap dengan kemauan tinggi untuk berubah. Intervensi berbasis sekolah sekitar 6 sampai 10 sesi. Kerangka kerja yang paling luas digunakan adalah CBT. Terbatas pada kerangka kerja tunggal membatasi kemungkinan teknik dan keterampilan yang dapat diakses oleh siswa.
“Pengajaran inovatif juga penting dan menjadi fondasi keterampilan termasuk ilmu pengetahuan, teknologi. Sesuaikan kebutuhan setiap siswa-siswa yang berbeda memiliki gaya belajar yang berbeda, seperti visual, pendengaran, dan verbal. Pendidikan praktis dan keterampilan, melatih siswa menjadi pemikir yang inovatif, kreatif, dan independen,” pungkas Azmawati. (Madina/zam)