24 June 2020


Unesa.ac.id, Surabaya- Program Studi Sosiologi Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Unesa menggelar webinar nasional dengan tema “Peran Ilmu Pengetahuan dalam Pengambilan Keputusan Elit”. Kegiatan tersebut menghadirkan pemateri Prof. Dr. Zainudin Maliki, M.Si dari Komisi IX DPR RI, Prof. Dr. Phill Al Makin, M.A, Guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan Dr. Ardhie Raditya, MA, Dosen Sosiologi Pengetahuan Unesa.
Webinar yang dipandu oleh moderator Dr. Agus Machfud Fauzi, M.Si, Ketua Pusat Studi Perubahan Sosial dan Media Baru berlangsung menarik. Narasumber yang dihadirkan memberikan tiga perspektif yang berbeda dalam membaca tema webinar kali ini.
Zainudin Maliki, dalam paparannya menyampaikan bahwa masyarakat dalam kondisi saat ini perlu mengetahui tiga hal penting. Pertama knowledge base society yakni masyarakat berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Artinya, masyarakat sangat perlu membekali diri serta menerapkan segala kegiatan dalam kehidupan sehari-hari dengan dasar ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat menunjang setiap pengambilan keputusan yang akan dipilih.
Kedua, lanjut anggota komisi IX DPR RI itu, fleksibilitas. Yakni, adanya kemampuan untuk mengadaptasi diri dalam menghadapi setiap situasi kompleks ataupun perubahan-perubahan yang cepat. Ketiga membangun networking, artinya kemampuan membangun sinergi maupun kolaborasi.
“Ilmu pengetahuan tidak hanya sampai pada ranah akademisi, harus bisa dijadikan dasar-dasar dalam menentukan kebijakan kaum elit sebagai praktisi” paparnya.
Prof. Dr. Phill Al Makin, M.A dalam penyampaiannya mengambil poin utama yakni mengenai minimnya porsi ilmu pengetahuan di Indonesia. Menurutnya, gagasan ilmu pengetahuan di Indonesai baik dari pemerintah maupun masyarakat memberikan porsi yang sangat sedikit. Perhatian lebih justru ditunjukkan pada aspek ekonomi dan politik.
Ia menambahkan, institusi pendidikan akan menghasilkan inovasi apabila digabung dengan teknologi. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan sangat berharap peran negara bukan masyarakat. Maka dari itu, negara harus memberi sarana untuk mendidik masyarakat yang berujung pada kemajuan bangsa.
“Pasar di Indonesia sangat menyukai agama, politik dan modal yang menyatu. Upaya untuk mengubah pola ilmu pengetahuan, teknologi, dan modal tentu membutuhkan peran pemerintah dan universitas berpengaruh. Kita tidak bisa membiarkan selera masyarakat, justru hal itu akan berujung pada tidak mendidik dan tidak akan mampu bersaing pada akhirnya,” jelas Phill.
Sementara itu, Dr. Ardhie Raditya, dalam paparannya membahas tentang candu intelektual dan predator pendidikan. Ia mengatakan, intelektual publik dalam terminologi adalah anak kandung dari modernitas, Intelektual berkaitan dengan ilmu pengetahuan bukan instrumental maupun memahami dunia manusia. Kemudian pada candu intelektual berkaitan dengan kerja manual seperti tekno birokratis dan apparatus industrial, rezim politik dan diasosiasi nilai. (yuris/sir)