27 September 2019


Unesa.ac.id, Surabaya —Jurusan Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Kamis malam (26/9/2019) menggelar pertunjukkan Gamelan Sawunggaling dalam rangka mendekatkan generasi milenial kepada gamelan. Gagasan awal dari pertunjukan adalah bagaimana gamelan bisa menjadi musik yang bukan saja dinikmati para penyuka karawitan akan tetapi gamelan adalah milik semua masyarakat. Artinya bukan orang karawitan saja yang bisa menggunakan gamelan. Ketua panitia acara Joko Porong Winarko mengatakan bahwa Gamelan Sawunggaling ini dibuka secara umum, tidak hanya dari Sendratasik Unesa saja melainkan semua orang dapat bergabung pada Gamelan Sawunggaling. Anggota Gamelan Sawunggaling yang berasal dari luar Unesa yakni dari Widyamandala, Ubaya, Wijaya Kusuma, kemudian komunitas-komunitas seni dan lintas seni juga ikut bergabung.
Pertunjukan ini juga bekerjasama dengan Wong Deso Productions, yakni suatu komunitas film di Surabaya yang beranggotakan mahasiswa-mahasiswa STIKOM dan juga pegiat film Surabaya. Kerja sama yang dilakukan ialah pembuatan film eksperimental yang bertema Selepas Senja di Tanah Besi. Joko mengaku bahwa tema itu tidak ada filosofi apapun, hanya saja arti dari selepas senja adalah pada saat sore hari sangat sulit untuk berkumpul karena sudah sibuk dengan urusan masing-masing. Sedangkan tanah besi diartikan bahwa kita hidup di tanah besi, besi artinya semangat kita memunculkan ide-ide.
Pandan Wangi selaku pegiat film di Wong Ndeso Production mengatakan, bahwa kolaborasi yang dilakukan oleh pihak Unesa dengan Wong Deso Production ialah dalam pembuatan film yang menyesuaikan keinginan dari Gamelan Sawunggaling tentang tanah besi, jadi film yang dibuat ialah eksperimental movie. Film ini menceritakan tentang kehidupan yang nyata di Surabaya. Di penutup kolaborasi disajikan animasi yang juga dengan berpatokan dengan judul yang diberikan ialah Metronome.
Sudah banyak sekali event yang telah diikuti dari Gamelan International Festival, International Music Festival, Festival Gamelan Nusantara dan sebagainya. “Karena pada saat ini telah masuk era milenial, jadi kita mempromosikan gamelan dengan cara yang milenial juga. Kita harus sanggup mengantar gamelan hingga ke ranah internasional,” Ujar Joko.
Ketua Jurusan Sendratasik, Dr. Anik Juwariyah, M.Si.mengatakan bahwa posisi gamelan ini kalau di sendratasik masuk dalam wilayah karawitan. Menurut Anik, posisi gamelan dibeberapa sekolah sudah memberikan perhatian terhadap kondisi gamelan atau karawitan di Indonesia. Namun belum menggembirakan, karena ada beberapa tempat pendidikan di luar negeri yang telah memiliki tiga grup karawitan.
“Saya berharap kepada pak Porong yang telah memiliki pengalaman hingga berprestasi ranah internasional, bisa memotivasi adik-adik mahasiswa untuk berkarya khususnya membangun proses kreatif dan mengolah karawitan ini menjadi sajian yang menarik,” tambah Anik. Sementara Ketua Pusat Studi Seni Budaya (PSiSB) Unesa Dr. I Nengah Mariasa, M.Hum mengatakan bahwa konser gamelan ini adalah konser pertama yang digelar di Unesa sebagai langkah awal untuk kembali membangkitkan geliat musik-musik tradisional. PSiSB yang berada dibawah naungan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ini akan terus berupaya maksimal untuk bisa membumikan karya seni budaya sekaligus meningkatkan peran dosen dan mahasiswa dalam riset-riset tentang seni budaya. (ic/fbr/has)