05 October 2018


Unesa.ac.id-Surabaya, Empat pilar kebangsaan meliputi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Pancasila sebagai dasar dan ideology negara, UUD 1945 sebagai konstitusi negara, NKRI sebagai bentuk negara, dan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan Negara.
Untuk memberikan pengarahan dan penjelasan mengenai 4 pilar kebangsaan, serta agar mahasiswa mengetahui salah satu tugasnya sebagai warga bangsa Indonesia yang baik dan sebagai agen perubahan, Unesa bekerja sama dengan MPR RI mengadakan seminar dan sosialisasi di Hotel Oval Surabaya, (27/09). Acara yangn dimulai pukul 09.00 s.d. 13.00 ini dihadiri oleh Ketua MPR RI, Dr. (H.C) Zulkifli Hasan, S.E., M. M., yang juga merupakan keynote speech, Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur, Drs. Zainal Arifin, M.Pd., dan Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia Wilayah Jawa Timur, Drs. Eko Pamuji, M.I., Kom. Selain itu, acara ini juga dihadiri tidak hanya mahasiswa dari UNESA, namun ada juga dari universitas lain, yaitu UIN Sunan Ampel, Universitas Dr. Soetomo, dan juga UPN Veteran.
Acara dimulai dengan pembukaan dan menyanyikan lagu Indonesia Raya, pembacaan doa, serta sambutan dari Drs. Zainal Arifin, M.Pd., kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai 4 Pilar Kebangsaan oleh Dr. (H.C) Zulkifli Hasan, S.E., M. M.
Menurut Zulkifli, salah satu alasan kuat mengapa Negara Indonesia sulit maju adalah inkonsistensi pemerintah. Indonesia bisa maju dan bisa jadi berdaulat dan merdeka dalam arti sebenarnya apabila Indonesia bisa berkonsitensi terhadap Pancasila, UUD, dan Bhineka Tunggal Ika. Pentingnya peran mahasiswa bagi bangsa Indonesia tidak bisa di anggap remeh karena kita bisa merdeka salah satunya berkat perjuangan pemuda-pemuda pahlawan bangsa yang dulu berjuang demi NKRI. Beliau juga mengutarakan bahwa sudah seharusnya mahasiswa kritis dan aktif terhadap semua hal, karena tonggak estafet pemerintah ini ada di tangan mahasiswa saat ini. Mahasiswa jangan dibungkam, dipukuli, diseret-seret, dan dikerasi karena sudah tugas mahasiswa sebagai wakil suara rakyat untuk mengkritisi kinerja pemerintah.
Zulkifli berkata “Mahasiswa sebagai Agent Of Change yang menentukan masa depan Bangsa. Bagimana negara ini tergantung bagaimana Jiwa Muda”. Menurutnya mahasiswa tidak boleh anti politik karena bagaimanapun juga semua keputusan pemerintah adalah bergantung dari keputusan politik.
Acara dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Drs. Zainal Arifin, M.Pd. dan Drs. Eko Pamuji, M.I., Kom. Zainal mengatakan bahwa saat ini masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memiliki kecerdasan politik. Oleh karena itu, saat ini penjajahan sebenarnya masih berlangsung, yakni penjajahan oleh oknum-oknum yang melakukan eksploitasi besar-besaran. Salah satu dampak dari globalisasi saat ini, kita kehilangan karakter dari sebuah bangsa. Maka dari itu sebagai mahasiswa dan rakyat Indonesia kita butuh karakter Nasionalis demi menjaga harga diri dan kekayaan alam Indonesia.
Sedangkan Eko Pamuji menekankan tentang pers kebangsaan. Pers kebangsaaan adalah pres yang bertujuan untuk membangun NKRI yang merdeka. Perlu dipahami saat ini Indonesia mengalami turbulensi informasi, yaitu semua informasi baik yang benar maupun yang salah ada di media sosial. Bahkan tidak sedikit berita yang benar lalu diberi bumbu-bumbu agar menjadi salah. Eko menjelaskan bahwa pers beda dengan media sosial, yang membedakan adalah apabila terjadi kesalahan atau penyelewengan dengan media sosial, yang berhak mengadili adalah pihak berwajib berdasarkan undang-undang informatika. Berbeda dengan pers, media sosial memproduksi, mendistribusi, dan mengolah informasi secara langsung. Untuk melaksanakan tugasnya, pers sudah diatur oleh UUD pers. Jadi, apabila terjadi kesalahan atau penyelewengan yang berhak mengadili adalah Dewan pres, bukan dari pihak berwajib. Lagi-lagi peran jiwa muda disini sangatlah penting. Mahasiswa khususnya harus paham dan melek informasi dan pintar menfilter informasi yang benar dan salah.
Eko mengatakan “Turbulensi Informasi ini dapat dihentikan jika generasi muda menjaga alur berita yang ada di semua media, dengan cara mengetahui kapan kita bisa membagikan sebuah berita dan kapan kita harus memastikan terlebih dahulu tentang kebenaran media tersebut.” (NEA/ay)