05 March 2022


SURABAYA-Semenjak konflik antara Rusia dan Ukraina pecah pada 24 Februari 2022, jutaan penduduk Ukraina mengungsi ke berbagai negara perbatasan, salah satunya ke Polandia. Dilansir dari Agence France-Presse (AFP), Kementerian Dalam Negeri Polandia melaporkan sekitar 500 ribu penduduk negara yang dijuluki “Keranjang Roti Eropa” itu menyelamatkan diri ke Polandia.
Sambut gelombang pengungsi, pemerintah Polandia membentuk posko penerimaan dan menyediakan kebutuhan pokok. Wargapun banyak yang terlibat aksi solidaritas dan menjadi volunteer. Melihat kondisi pengungsi yang memprihatinkan secara fisik maupun psikis, Khofidotur Rofiah dosen Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Negeri Surabaya UNESA yang tengah menempuh program Doktor pada Department Pedagogical University of Cracow, Polandia disela waktu kuliahnya ikut mengabdikan diri sebagai volunteer.
Perempuan yang akrab disapa Fia itu menuturkan, semenjak gelombang pengungsi berdatangan ke Polandia, secara cepat melalui media sosial warga di sana mengumpulkan semua kebutuhan pokok mulai dari makanan, pakaian; baju, selimut, perlengkapan mandi, mainan anak-anak, obat-obatan dan lain sebagainya secara cepat disalurkan kepada pengungsi.
“Alhamdulilah saya dapat kesempatan untuk membantu mengumpulkan, menyeleksi, mengemas dan menyalurkan berbagai kebutuhan pokok kepada para pengungsi,” ujarnya melalui sambungan telepon Sabtu 5 Maret 2022.
Meskipun cukup menguras tenaga, waktu dan butuh mobilitas tinggi serta was-was yang selalu menghantui. Namun, bagi Fia itu tidak menjadi hambatan yang berarti, karena urusan kemanusiaan adalah yang terpenting. Jadi volunteer juga bukan yang pertama baginya, selama di Indonesia, sejak jadi mahasiswa sampai diangkat jadi dosen, aktif dalam berbagai kegiatan sosial kemanusiaan pada Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) UNESA.
Dia menambahkan, perang dua negara tersebut sangat mengkhawatirkan dan mengancam keselamatan penduduk. Tidak hanya di negara yang berperang, tetapi juga negara di sekitarnya. “Warga di sini (Polandia, red) saja khawatir dan takut, apalagi warga Ukraina dan Rusia, tentu secara psikologis sangat terguncang,” ungkapnya.
Warga Ukraina yang mengungsi, lanjutnya, terbagi dalam beberapa kategori, ada yang memiliki tujuan untuk menyelamatkan diri ke keluarga, kerabat atau temannya di Polandia dan banyak juga yang tidak memiliki keluarga atau teman. “Jadi di pusat atau posko penerimaan, pemerintah siapkan pusat informasi, nanti mereka yang ada keluarganya diarahkan ke daerah tujuan, bahkan disiapkan akomodasi,” terangnya.
Sementara, bagi pengungsi yang tidak memiliki keluarga disiapkan akomodasi dan kebutuhan pokok di pusat pengungsian dan pemerintah menjamin hak-haknya. “Namanya perang menyangkut keselamatan tentu takut dan tertekan. Kasihan sama yang rentan-rentan, orang tua, ibu-ibu dan anak-anak. Saya gak kebayang ada di posisi mereka. Semoga segera mungkin konflik usai dan dua negara segera berdamai,” harapnya. [Humas UNESA]