28 September 2020


Unesa.ac.id, Surabaya- Dr. Martadi, M.Sn, dosen Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Unesa mengatakan bahwa pandemic Covid-19 bisa dijadikan sebagai momentum untuk melakukan reorientasi Pendidikan Seni. Diantaranya sebagai sumber ide kreatif, bonus digital sebagai medium berkarya dan menampilkan karya seni, mengedukasi covid melalui media seni, dan menumbuhkan nilai karakter melalui seni.
Hal itu disampaikan Martadi saat memberikan materi tentang reorientasi pendidikan seni budaya di masa adaptasi baru Covid-19 dalam webinar yang diselenggarakan Pusat Studi Seni Budaya (PsiSB) LPPM Unesa pada Sabtu (26/9/2020). Menurutnya, problematika pendidikan seni ada empat. Pertama, dinamika kebijakan atau konsep, dilema tujuan dan pendekatan seni. Kedua terkait dengan kurikulum, persaingan antara spesialisasi dan generasisasi, pendekatan scientifik tidak sepenuhnya sesuai untuk bidang seni.
“Ketiga, PBM, penekanan aspek pengetahuan seni dan juga minimnya dukungan lab atau sarana seni. Keempat, pendidik, kuantitas terbatas (prodi untuk Indonesia Timur), miss math antara LPTK dengan sekolah dan kualifikasi kompetensi,” paparnya.
Selain Dr. Martadi, M.Sn, webinar yang dimoderatori oleh Dr. Warih Handayaningrum, M.Pd dan diikuti peserta sebanyak 1062 orangini menghadirkan narasumber Prof. Dr. Heddy S. Ahimsa-P, MA, M.Phil dari Universitas Gajah Mada, dan Prof. Totok Sumaryanto F, M.Pd dari Universitas Negeri Semarang.
Dalam pemaparannya, Prof. Dr. Heddy S. Ahimsa-P, MA, M.Phil menyampaikan bahwa seni adalah ekspresi simbolik dari pikiran dan perasaan yang dianggap memiliki keindahan, dan penciptanya memerlukan keterampilan tertentu. Pendidikan Seni dan Budaya, terang Prof. Heddy memahamkan peserta didik tentang kesenian sebagai fenomena sosial budaya dan seni sebagai produk budaya masyarakat.
Sementara itu, Prof. Totok Sumaryanto F, M.Pd memaparkan bahwa penelitian seni pada masa Covid-19 ini memiliki beberapa kelemahan. Diantaranya adalah responden sulit ditemui secara offline, peneliti sulit melakukan pengambilan data lapangan (contoh ethnography), lokasi penelitian terkena lockdown (sekolah, kampus, mall, dan sebagainya), dan kolaborasi antar peneliti sulit diwujudkan secara fisik.
“Oleh karena itu, pada masa pandemi ini, peneliti sebaiknya memilih konstruk/fokus penelitian yang memungkinkan untuk diteliti secara daring atau minim kontak fisik dengan manusia,” ujar dosen FBS Unnes ini.
Pada kesempatan yang sama, saat membuka webinar, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Dr. Agus Hariyanto menegaskan bahwa meskipun kegiatan Seni dan Budaya cukup terdampak pada masa Pandemi Covid-19 ini, namun masih banyak peluang yang dapat dimanfaatkan melalui ruang virtual. (aida/sir)