14 August 2020


Unesa.c.id.-Surabaya, Beberapa kebijakan pemerintah untuk menangani covid-19 seperti menerapkan himbauan social dan physical distancing, melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), hingga akhirnya menerapkan new normal untuk mengembalikan gelombang aktivitas ekonomi namun dengan penerapan dan anjuran protokoler Kesehatan sudah diupayakan dalam beberapa bulan terakhir ini. Namun, sampai sekarang pandemi belum usai.
Dalam rangka membantu upaya pemerintah tersebut untuk memperkecil kemungkinan penyebaran virus covid-19, maka Kementerian Luar Negeri Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Surabaya mengadakan Webinar Series MoFA bertajuk Mempelajari Penanganan Covid-19 dari Negara Lain, (10/08). Dalam acara tersebut, Dikmas Sulistio sebagai Fungsi Politik dan Satgas Covid-19 dari Kedutaan Republik Indonesia di Paris, Fery Iswandy dari Fungsi Penerangan, Sosial dan Budaya perwakilan Denhaag, serta Dara Yusilawati sebagai Fungsi Penerangan, Sosial dan Budaya dari Brussel dihadirkan sebagai pembicara.
Dikmas Sulistio menjabarkan mengenai upaya penanganan pertama yang menekankan tentang pentingnya fungsi kedisiplinan dan ketegasan peraturan dalam menekan laju penyebaran virus Covid-19. Sejak dinyatakan memiliki kasus pertama tanggal 25 Januari 2020, Pemerintah Prancis langsung menerapkan lockdown. Pada praktiknya, masyarakat hanya diperbolehkan keluar rumah untuk pergi ke supermarket atau membeli obat dan berkonsultasi ke dokter. Tak sekedar himbauan, Pemerintah akan menerapkan denda sebesar 135 Euro atau 2 juta rupiah bagi masyarakat yang melanggar ataupun berpergian lebih dari 1 jam dengan radius lebih dari 1 km.
Dalam menangani Covid-19, Pemerintah Prancis menerapkan beberapa langkah utama, seperti membentuk badan dewan ilmiah yang ahli di bidangnya. Dari situ, kebijakan pemerintah kemudian dirumuskan secara kuat, memanfaatkan segala sumber daya dalam membantu penanganan Covid-19 dan meningkatkan kapasitas tes dan memperbanyak tim serta alat pelindung medis. Seluruh kebijakan ini juga didukung oleh kepatuhan masyarakat terhadap keputusan pemerintah.
Adanya ketegasan pemerintah serta kepatuhan masyarakat membuahkan hasil, angka pasien penderita covid-19 menurun. Sehingga, tanggal 11 Mei, masyarakat diperbolehkan melakukan kembali aktivitas dan pembukaan sekolah melalui beberapa fase. Fase pertama adalah pembukaan sekolah secara bertahap dari tingkat SD hingga SMA dan bersifat sukarela dengan memberikan kebebasan untuk memilih apakah siswa ingin masuk sekolah atau tidak. Selanjutnya, pada fase kedua, sejumlah restoran dan tempat perbelanjaan di zona hijau mulai dibuka dan saat ini sedang menerapkan fase ketiga atau yang biasa disebut dengan new normal. “Penanganan Covid-19 juga memaksimalkan mitigasi dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh Covid-19 berbagai upaya kami lakukan mulai dari trial and eror untuk menemukan strategi yang tepat dengan berstandar pada komitmen untuk mengedepankan keselamatan masyarakat” ungkap alumnus University of Sydney tersebut.
Secara spesifik, Prancis juga menerapkan sejumlah strategi terapan, seperti memanggil tenaga medis dari pensiunan dan mahasiswa kedokteran untuk terjun langsung menangani Covid-19 dengan mengalokasikan anggaran 560 M Euro untuk menangani dampak ekonomi Covid-19 dengan memberikan penangguhan biaya sewa tempat dan listrik, memberikan bantuan langsung kepada pelaku usaha serta memberikan anggaran yang dapat menanggung hampir 80% dari gaji pegawai, meningkatkan tes hingga mencapai 100.000 per harinya dan menjaga stok APD.
Sementara itu, Dara Yusilawati menceritakan mengenai langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Belgia dalam menangani covid-19, yakni dengan membuat National Crisis Center, menyiapkan seluruh fasilitas serta briefing petugas kesehatan untuk menangani Covid-19, memberikan kompensasi terhadap pelaku bisnis yang tutup dengan membayar gaji pegawai, keterbukaan informasi Covid yang muncul di seluruh platform digital untuk membantu masyarakat mendapatkan informasi terpercaya. Selain itu, sejumlah pembelajaran tentang upaya dini yang dapat dilakukan untuk menekan cluster baru, seperti meningkatkan jumlah tes tak hanya untuk ODP namun juga OTG, memperhatikan fasilitas Kesehatan di Panti Jomp serta menyiapkan stok masker yang cukup dengan penerapan protokoler dini, sejak kasus pertama diumumkan.
Terakhir, Fery Iswandy memaparkan mengenai kebijakan yang diterapkan oleh Belanda. Meskipun tidak menerapkan kebijakan lockdown, namun hal ini dapat teratasi dengan menegakkan kedisiplinan di tengah masyarakat.
Ada yang unik pada cara Belanda menangani covid-19, yakni secara nasional tidak ada penerapan ketat tentang penggunaan masker secara nasional, namun pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menerapkan kebijakan dalam menekan angka penyebaran Covid-19. Misalnya, di Amsterdam hanya beberapa daerah yang diwajibkan penggunaan masker, namun hal ini dibarengi dengan disiplin diri dalam menjaga jarak sejauh 1,5 M dan apabila ditemukan pelanggaran, maka akan muncul potensi denda bagi pelanggarnya. Berbagai kebijakan ini juga ditekankan dan dimaksimalkan bagi masyarakat yang rawan terpapar Covid-19, seperti pasien yang memiliki riwayat penyakit paru-paru, diabetes juga orang usia lanjut.
Berbagai kebijakan pendukung untuk menyelamatkan sektor sosial dan ekonomi juga dilakukan oleh Pemerintah Belanda, diantaranya dengan menerapkan emergency package. “Diantaranya pengurangan jam kerja, tambahan penghasilan bagi pekerja mandiri serta penangguhan pembayaran pajak kepada pemerintah” ungkapnya.
Acara yang berlangsung sejak pukul 19.00 WIB ini berlangsung khidmat, dengan antusias ratusan peserta yang saling bertukar pikiran dan inovasi dalam menemukan solusi penanganan Covid-19 yang dilakukan oleh beberapa negara lain. “Harapannya, webinar ini dapat menjadi sumber inovasi dan evaluasi pemerintah maupun masyarakat dalam menganani Pandemi Covid-19”ungkap Mochammad Badrus Sholeh, Ketua Bem Unesa. (Gita)