11 August 2022


Unesa.ac.id, SURABAYA-Sejumlah dosen Universitas Negeri Surabaya (UNESA) membekali guru dengan kemampuan bimbingan dan konseling ramah budaya di sekolah dasar (SD) Namira, Kabupaten Probolinggo pada Kamis, 4 Agustus 2022. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melakukan bimbingan dan konseling ramah budaya di sekolah.
“Guru kurang kepekaan dalam memahami dan menganalisis konteks sosial budaya lokal, kurangnya pengetahuan guru tentang bimbingan konseling ramah budaya, dan kurangnya kompetensi menulis buku panduan dalam menunjang penerapan bimbingan dan konseling ramah budaya di sekolah. Ini masalahnya mengapa kami melakukan program ini,” ujar Ari Khusumadewi, dosen yang terlibat dalam kegiatan tersebut.
Dia menambahkan, guru-guru tersebut dibekali bagaimana cara bimbingan konseling ramah budaya di sekolah dasar yang harapannya mendorong peserta didik mengenali dirinya dan perbedaan budaya yang ada di sekitarnya. Ini penting mengingat para siswa memiliki latar belakang keluarga dan budaya yang berbeda. “Perbedaan ini untuk menumbuhkan karakter individu siswa yang saling menghargai perbedaan (toleransi),” ujarnya.
Sekolah ramah budaya bisa menjadi bagian dari muatan pembelajaran. Seperti pelajaran matematika misalnya. Kendati pelajaran tersebut sarat dengan angka, rumus dan hitung-hitungan, tetapi bisa dikaitkan dengan budaya setempat. “Ini kembali lagi ke kreativitas dan kompetensi guru di sekolah. karena itu kita coba beri bimbingan secara bertahap,” tambah dia.
Dosen lainnya, Neni Mariana memaparkan lebih rinci penerapan ilmu matematika di SD Namira meliputi: 1) kegiatan market day. Konsep matematika yang diambil meliputi aritmatika sosial, mengatur stand secara geometric, membuat bungkus makanan yang melibatkan bangun ruang, dan pentingnya ilmu spasial.
Aritmatika sosial melibatkan keuangan atau konteks jual beli; 2) Ketika siswa salat. Dari sisi shaf, bilangan dan gerakan salat membentuk sudut-sudut yang ada di ilmu konsep matematika. “Karakter-karakter matematika yang muncul dalam setiap gerakan salat akan menguatkan keimanan peserta didik kita,” ucap Neni.
Kemudian 3) Ketika upacara bendera konsep matematikanya terlihat saat hormat kepada bendera, tinggi tiang bendera, dan menghitung barisan siswa yang berdiri, 4) penghitungan jumlah kalung berdasarkan konsep spasial matematika. “Geliat budaya di sekolah inilah yang coba kita hidupkan termasuk dalam bimbingan dan konseling,” ujar Neni.
Program peningkatan kemampuan guru untuk mewujudkan sekolah ramah budaya tersebut diinisiasi oleh Dr. Najlatun Naqiyah, M.Pd dan Ari Khusumadewi, S.Pd., M.Pd., dari jurusan Bimbingan Konseling serta Neni Mariana, S.Pd., M.Sc., Ph.D dari jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). [HUMAS UNESA]
Penulis: Fionna Ayu Shabrina
Editor: @zam Alasiah*