26 June 2022


Unesa.ac.id, SURABAYA–Himpunan Mahasiswa Jurusan, Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menghelat diskusi keberagaman dengan tema KOPI atau Kajian Perkara Toleransi: Pandangan Agama dalam Mengatasi Masalah Intoleran pada Generasi Muda secara daring. Acara yang berlangsung pada Minggu (26/06/2022) itu diikuti sekitar 118 partisipan.
Narasumber pertama, I Wayan Suraba, S.H., M.Pd.H., selaku Ketua Paruman Walaka PHDI Surabaya menjelaskan materi terkait toleransi dalam beragama. Pendidikan tentang toleransi merupakan sebuah ciri bagi seseorang yang mencintai negaranya. “Kebebasan untuk memilih agama masing-masing sudah tercantum dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” terangnya.
Narasumber kedua, Dr. H. Muhammad Yazid, S.Ag. M.Si, selaku Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Surabaya, menjelaskan materi terkait cara mengatasi toleransi di Indonesia. Menurutnya, dalam memupuk toleransi antar umat beragama, kajian-kajian terkait multikultural maupun toleransi seperti ini harus sering diadakan.
Toleransi dalam Islam dikenal dengan as-samahah, serta mengedepankan ukhuwah. Perbedaan budaya, bahasa warna kulit, kepercayaan, dan lain sebagainya hendaknya menjadi faktor persatuan, bukan perpecahan. Sebagai warga negara yang baik dan pemeluk agama yang baik sudah sepatutnya menghindari paham-paham radikal yang bisa dilakukan dengan cara silaturahmi, tabayyun, dan local wisdom.
Untuk itulah perspektif kerukunan umat beragama di Indonesia harus ditingkatkan melalui penyadaran yang mendalam tentang kebhinekaan. “Makna dari toleransi, punya sikap saling menyayangi, menghormati, menghargai, mengasihi, tidak pandang beda budaya, bahasa, adat, etnis, pandangan, pendapat, maupun pilihan politiknya, sebab kita semua saudara,” tukasnya.
Drs. Rovy Agus Sapto Priyono M.Th(c), selaku Dosen Agama Kristen memberi beberapa contoh kasus intoleran di Indonesia, seperti terjadinya pelarangan terhadap seseorang, tindakan atau perlakuan diskriminatif, dan berbagai perbuatan lainnya yang tidak mencerminkan sikap toleransi.
Dampak dari intoleran dalam agama ialah tindakan atau perlakuan tidak adil, kerugian fisik atau materi dan mental atau kepribadian, ancaman terjadinya kekerasan atau perkelahian masal, ancaman kerukunan, ancaman kehancuran ekonomi masyarakat, ancaman terhadap eksistensi dasar negara yakni Pancasila, dan ancaman terjadinya disintegrasi bangsa. “Berbahaya, karena itu, perlu kita perkuat dan dipupuk lagi. Ini tugas bersama tentunya dan komitmen bersama,” ucapnya.
Dr. H. Moch. Khoirul Anwar, S.Ag., MEI., Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FEB mengapresiasi atas terselenggaranya acara tersebut. Kemudian menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para narasumber yang sempat hadir memberikan pencerahan dalam hal menjaga kerukunan di tengah masyarakat.
“Dia berharap, acara ini tidak hanya menjadi wawasan bagi para peserta dari berbagai kalangan, tetapi juga memperkuat komitmen bersama dalam memupuk rasa persaudaraan dan sikap saling mengasihi. Toleransi itu selain menjadi wawasan atau pengetahuan, juga harus menjadi tauladan bersama,” ucapnya. [HUMAS UNESA]
Penulis: Reyka Ayu
Editor: @zam Alasiah*
Foto : Dokumentasi reporter Humas Unesa