28 February 2022


Unesa.ac.id, SURABAYA - Himpunan Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Mandarin UNESA menghelat Webinar Culture Seexplore pada 26 Februari 2022. Tujuanya untuk mengeksplorasi dan mengenalkan kepada milenial tentang berbagai aspek perayaan Imlek baik di China maupun di Indonesia.
Pada kesempatan itu, Galih Wibisono, B.A., M.Ed., Dosen Bahasa Mandarin UNESA memberikan pandangannya terkait perayaan Imlek. Menurutnya, Imlek memiliki sisi sejarah yang masih menjadi perdebatan sampai sekarang. Ada beberapa kelompok yang menyebutkan jika Imlek tidak memiliki sejarah dan yang lain menganggap bahwa Imlek tetap memiliki sejarah.
“Imlek memiliki makna tersendiri, yaitu sebuah tradisi yang digelar pada malam penuh cahaya purnama. Hari raya ini biasanya dilaksanakan pada bulan pertama pada malam ke 15 menurut kalender Imlek,” paparnya.
Lahirnya Imlek, lanjutnya, diduga kuat akibat pengaruh Buddhisme yang dianut Kaisar Dinasti Han Timur pada abad kedua masehi yang memerintahkan untuk menyalakan lampion kerajaan pada malam ke 15 bulan pertama kalender Tionghoa.
Selain itu, juga ada juga teori lain yang menjelaskan jika Imlek digelar untuk memperingati tragedi Kaisar Langit yang hendak menghukum masyarakat Tiongkok karena telah membunuh burung surgawi. “Perayaan Imlek diwarnai dengan berbagai tarian, ada pertunjukan-pertunjukan khas Imlek, serta berbagai makanan yang khas. Bahkan banyak kuliner yang ada di Indonesia yang menyerap budaya China,” ungkapnya.
Rendy Aditya, B.TCFL., M.Pd., Dosen Bahasa Mandari Universitas Negeri Jakarta menjelaskan bahwa ada beberapa ciri khas Imlek yang cukup unik di Tiongkok, yiatu pertama, dilarang membersihkan rumah pada hari raya Imlek karena dianggap akan membuang keberuntungan. Namun diperbolehkan membersihkan rumah pada hari sebelum perayaan dengan tujuan untuk membuang keburukan.
Kedua, mendekorasi segala ornamen rumah dengan warna merah, karena warna merah dipercaya sebagai simbol keberuntungan. Ketiga, makanan khas Imlek yang terdiri dari 12 macam dengan merujuk kepada filosofi 12 Shio. Keempat, pantang memakan bubur karena dianggap sebagai simbol kemiskinan.
Kelima, menyalakan kembang api dan lampion sebagai simbol kesiapan utnuk menyambut hal-hal baik di sepanjang tahun. Keenam, menggelar pertunjukan barongsai. Ketujuh, terdapat berbagi angpao dan hampers Imlek. Kedelapan, bersembahyang di tempat peribadatan. Kesembilan, mengunjungi sanak saudara. “Ciri khas seperti ini tidak terlalu jauh beda dengan perayaan Imek di tanah air,” terangnya. [Humas UNESA]
Penulis: Saputra
Editor: @zam*
foto: Dok. panitia