16 December 2021


Unesa.ac.id, SURABAYA–Sanggar Bharada UNESA kembali menunjukkan kiprahnya sebagai sanggar kesenian daerah dengan menghelat pementasan Kethoprak pada Selasa, 24 Desember 2021. Acara tersebut dihelat di kediaman Yohan Susilo, S.Pd., M.Pd., selaku pembimbing sanggar, di Desa Keret Kecamatan Krembung, Sidoarjo, pada Selasa 14 Desember 2021 dan disiarkan lewat channel Youtube BharadaTV_ID.
Kethoprak yang merupakan kolaborasi dosen, mahasiswa dan alumni Bahasa dan Sastra Daerah, Fakultas Bahasa dan Seni UNESA itu dalam rangka memeringati Dies Natalis ke-57 UNESA sekaligus merayakan keberhasilan Jurusan Bahasa dan Sastra Daerah menempati posisi ke-3 pada nominasi Jawametrik, pemeringkatan internasional terhadap jurusan yang mendalami kebudayaan Jawa.
Dengan mengangkat tema “Greget Pentas Seni ing Mangsa Pandemi”, pentas seni ini melibatkan sekitar 70 mahasiswa, 40 alumni, dan 4 dosen. Mereka berhasil menarik perhatian masyarakat yang hadir. Acara ini turut mendatangkan bintang tamu ternama seperti Jo Klithik & Jo Kluthuk.
Selain itu, juga dihadiri oleh beberapa tokoh seperti Dr. Trisakti M. Si, dekan Fakultas Bahasa dan Sastra UNESA., Dr. Surono S. S., M. Hum., Ketua Jurusan Fakultas Bahasa dan Sastra Derah UNESA. Yohan Susilo S. Pd, M. Pd., ketua laboratorium Fakultas Bahasa dan Seni UNESA., dan Danang Wijayanto S. Pd, M. Pd., Dosen Pembimbing Jurusan Bahasa dan Sastra Daerah UNESA.
Dr. Trisakti M. Si., dalam sambutannya menyampaikan rasa bangganya atas terselenggaranya pentas seni seperti ini sebagai bentuk perwujudan dari mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Daerah UNESA yang berupaya melestarikan seni tradisional di tengah himpitan globalisasi dan modernisasi.
Tujuan utama dari pentas seni ini, lanjutnya, untuk menyambung rasa persaudaraan antar alumni, dosen, dan mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Daerah. Acara ini diselenggarakan atas gagasan dari alumni. Sebelum pandemi alumni Jurusan Bahasa dan Sastra Daerah UNESA juga pernah menggelar acara yang serupa dan pada suatu kesempatan pernah mengisi acara CAMPURSARI di TVRI Jawa Timur dengan menggunakan nama "Bharada Legend".
Ia melanjutkan, pentas seni seperti ini merupakan program tahunan. Sebisa mungkin harus dilaksanakan. Kendati saat ini masih masa pandemi, kami keluarga besar Pendidikan Bahasa Daerah UNESA tetap menggelar pentas gabungan. “Saya punya keyakinan bahwa kekompakan alumni, mahasiswa, dan dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Daerah UNESA akan membuat nama Jurusan, fakultas, dan universitas bisa semakin dikenal masyarakat luas,” tutur salah seorang alumni dalam acara tersebut.
Lewat lakon "KI AGENG MANGIR WANABAYA" yang dikemas dalam dua seri selama dua hari. Lakon tersebut merupakan wiracerita tanah Jawa pada jaman kerajaan Mataram yang didramatisasikan menggunakan bahasa Jawa gaya Mataraman. Diceritakan bahwa, pada jaman Kerajaan Mataram, terjadi persaingan antara Ki Ageng Mangir Wanabaya selaku penguasa tanah Kemangiran dengan Panembahan Senopati selaku Raja Kerajaan Mataram.
Panembahan Senopati gentar kepada Ki Ageng Mangir Wanabaya lantaran dia memiliki pusaka tombak Barukuping yang lebih sakti dari pada miliknya. Di lain sisi, Panembahan Senopati menginginkan tanah Kemangiran menjadi bagian dari kekuasaan Mataram. Oleh karena itu, Penembahan Senopati disarankan oleh Juru Mertani untuk mengumpankan Ki Ageng Mangir Wanabaya dengan wanita yang berlaku sebagai ledhek atau penari kesenian Tayub, lalu menyusup ke Tanah Kemangiran.
Ki Ageng Mangir Wanabaya masih lajang dan tertarik dengan kesenian Tayub. Panembahan Senopati mengutus putriya yaitu Retna Pembayun sebagai penyusup dengan nama samaran Pamikarsih guna mencuri Tombak Barukuping kepunyaannya Ki Ageng Mangir Wanabaya.
Melihat kecantikan Pamikarsih, Ki Ageng Mangir Wanabaya terpikat, ia mempersunting Pamikarsih sebagai istrinya. Ternyata, Pamikarsih juga jatuh cinta pada Ki Ageng Mangir Wanabaya dan melupakan tugasnya. Kebahagiaan mereka lenyap saat Pamikarsih mengakui bahwa nama aslinya yaitu Retna Pambayun, putri Panembahan Senopati. Di akhir cerita, Ki Ageng Mangir Wanabaya bersedia menghadap Panembahan Senopati yang merupakan mertuanya, dan tanpa terduga ia malah terjebak dengan tipu daya Panembahan Senopati. [Humas UNESA]
Penulis: Saputra dan Ahmad Rizky Wahyudi
Editor: @zam*
foto : tim panitia sanggar Bharada