19 October 2021


Unesa.ac.id, SURABAYA-Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UNESA menyelenggarakan Seminar Nasional Fisika 2021 dengan tema “Adaptasi Baru dalam Pembelajaran dan Riset Fisika untuk Mewujudkan Program Merdeka Belajar” pada Senin, 18 Oktober 2021. Acara dilaksanakan secara virtual menghadirkan beberapa pembicara utama yakni Prof. Dr.Heri Sutanto, M.Si Pakar Fisika Universitas Diponegoro, Dr. Asnawi, M.Si Pakar Fisika UNESA, dan Prof. Budi Jatmiko, M.Pd Pakar Pendidikan Fisika UNESA.
Kegiatan tersebut menerima sebanyak 81 artikel para akademisi dari dalam dan luar negeri. Ada yang dari China dan ada juga dari Thailand. Bidang kajian yang dibahas oleh pemakalah terdiri dari inovasi pembelajaran fisika, media pembelajaran fisika, asesmen pembelajaran fisika, filsafat dan kurikulum pendidikan fisika, fisika bumi dan antariksa, fisika material, fisika teori dan komputasi, fisika instrumentasi.
Drs. Dwikoranto, M.Pd., selaku Ketua Seminar Nasional Fisika 2021 memaparkan bahwa paper yang diterima tersebut telah diseleksi secara ketat. “Serangkaian proses reviewer yang ketat, artikel yang terpilih akan dipublikasikan dalam Proceeding Terindex Scopus (IOP Publishing-JPCS) sedangkan artikel lainnya akan ditawarkan untuk terbit di jurnal nasional JPFA (Terindex Sinta 2) dan Prosiding Online setelah memenuhi kaidah penulisan artikel ilmiah,” ujar Dwikoranto
Sambutan dari Prof. Dr. Munasir, S.Si., M.Si, selaku ketua jurusan fisika mengajak peserta untuk mengikuti serangkaian acara dan berharap peserta mendapatkan ilmu yang bermanfaat. “Semoga kita mendapatkan banyak kawasan-kawasan baru dari para narasumber dan tentu ini sebagai bekal kita untuk lebih meningkatkan lagi kegiatan riset rumpun bidang keahlian kita masing-masing,” harap Prof. Dr. Munasir, S.Si., M.Si.
Sementara itu, Prof. Suryani Astuti selaku Ketua Physical Society of Indonesia cabang Surabaya memaparkan bahwa seminar ini merupakan momen untuk bertemu para peneliti dari berbagai daerah Indonesia dan negara. Ia berharap, acara ini dapat berlanjut semakin maju dan berkembang. “Semoga ke depannya penelitian di bidang fisika baik murni maupun pendidikan dapat berjalan lancar dan sukses karena di dalam penelitian kita tidak bisa berdiri sendiri, satu bidang ilmu akan selalu membutuhkan bidang ilmu yang lain,” kata Suryani Astuti.
Acara tersebut dibuka oleh Dekan FMIPA UNESA Prof. Dr. Madlazim, M.Si. Ia berharap dengan diadakannya seminar ini mampu mendorong para peneliti dan praktisi pendidikan fisika menerapkan teknologi yang sesuai dan membantu siswa dalam memahami pembelajaran fisika. “Kita semua perlu mencari inovasi pembelajaran sehingga fisika itu bisa menyenangkan ya tidak menjadikan siswa atau mahasiswa itu menjadi bosan. Seminar nasional ini harus mampu mendorong para peneliti dan praktisi pendidikan fisika meramu bidang ini,” tandasnya.
Pembicara pertama, Prof. Dr. Heri Sutanto, M.Si., memaparkan tentang “Peran Fisika Material pada Bidang Fisika Media”. Dari pemaparannya itu merupakan hal-hal yang dilakukan oleh tim riset Smart Materials Research Center (SMARC) di departemen Fisika Universitas Diponegoro. Ia menjelaskan bahwa tim ini berkontribusi terhadap penelitian bagian yang terkait dengan material semikonduktor khususnya dalam bentuk lapisan tipis. Namun, dalam penelitiannya mengalami kendala.
“Kendala pengembangannya yang paling utama itu terkait dengan prasarana daya dukung karena kalau kita ingin melakukan suatu sintesis maka kita memerlukan peralatan yang mana pada saat itu tidak tersedia di laboratorium,” ujar Heri Sutanto.
Pada tahun 2017 divisi material medis berkontribusi dalam meneliti radioterapi dan radio-diagnostik. Radioterapi merupakan salah satu metode alternatif di dalam penyembuhan kanker dengan memanfaatkan radiasi pengion. Tujuan dilakukan radioterapi adalah untuk menghancurkan jaringan kanker dan dapat digunakan untuk mengobati hampir semua kanker misalkan mulai dari kanker kulit.
Dari penelitian yang dilakukan tim SMARC menghasilkan simpulan bahwasanya kontribusi fisika material dalam bidang fisika medis menjadi faktor kunci dalam menghasilkan inovasi terbaru. Pada bidang radioterapi, fisika material banyak berkontribusi dalam pengembangan bolus yang diharapkan dapat memberikan peningkatan dosis radiasi permukaan hingga 100%. “Namun penelitian dan pengembangan harus tetap dilanjutkan dengan menghasilkan bolus 3D baru,” tuturnya.
Pembicara kedua yakni Dr. Asnawi, M.Si., memaparkan terkait “Pengembangan Riset Sensor Serat Optik dan Tantangannya di Era 5.0”. Ia menjelaskan bahwa fisika optik merupakan cabang ilmu fisika yang mempelajari tentang pembangkitan radiasi elektromagnetik, sifat radiasi dan interaksi cahaya dengan bahan sedangkan sensor optik merupakan sensor yang menggunakan serat optik sebagai unsur pengindera terhadap perubahan fisis yang akan dideteksi.
Ia juga menjelaskan bahwa fiber optik sebagai sensor glukosa non invasif sehingga ia mencoba untuk meneliti bagaimana cara mendeteksi dan memantau diabetes yang mana dengan dua cara yakni pengukuran kadar glukosa darah dan pengukuran kadar glukosa dalam air liur. Pada cara yang pertama terdapat kelemahan pada saat menusukkan jari pasien akan menimbulkan rasa tidak nyaman dan dapat menyebabkan infeksi. Namun, pada cara kedua tidak menemukan kekurangan sehingga hasilnya menunjukkan adanya pergeseran terkait dengan konsentrasi gula yang berbeda-beda. “Dengan ini kita bisa mengetahui yang mengindikasikan adanya glukosa darah itu,” ujar Asnawi.
Tidak hanya penelitian dalam menguji diabetes tetapi terdapat beberapa peran dari fiber optic. “Fiber optik sensor dapat digunakan untuk uji pestisida, serat optik sensor dapat digunakan untuk mendeteksi antibodi dan virus partikel Covid-19, fiber optic sensor for heart rate detection, fiber optic sensor for lard detection,” ungkap Asnawi.
Kemudian Prof. Budi Jatmiko, M.Pd., memaparkan materi “Pembelajaran Era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0”. Menurutnya, pembelajaran dengan era yang berbeda mengakibatkan timbulnya tantangan yang sangat cepat dan nonlinier pada era revolusi industri 4.0 dan society 5.0 yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi dan informasi. “Perubahan ini mengakibatkan pembelajaran menjadi keatsirian, tidak tentu, kompleksitas dan sulit dikendalikan atau sedikit kabur maka kita harus bisa mengatasi siswa dengan membekali ilmu dalam memecahkan masalah kompleks, kreativitas dan berpikir kritis,” jelasnya.
Arah pembelajaran di sekolah dalam meningkatkan cara berpikir kritis siswa dalam memecahkan masalah dan lebih kreatif dapat menggunakan pembelajaran berbasis problem solving loop dan inquiry based learning. Alur pembelajaran problem solving yakni dengan mengajak siswa untuk mengidentifikasi masalah, menjelajahi informasi dan membuat ide, menyeleksi ide, menguji ide, dan mengevaluasi hasil. Sedangkan bila ingin menggunakan inquiry based learning yakni dengan bertanya, siswa menginvestigasi dengan mencari di internet, mencoba ide tersebut, berdiskusi, dan merefleksikan ide.
Ia memberikan saran bagaimana memilih model pembelajaran yang tepat. “Dalam memilih model pembelajaran tidak boleh asal-asalan, seharusnya kita lihat dulu sintaks yang ada pada model tersebut. Sintaks ini merupakan fase-fase cara kita untuk mengajarkan materi kepada siswa. Di sini ada model OR-IPA yang mahasiswa bimbingan saya buat dan telah diujikan sebagaimana review dari model PBL tetapi lebih kompleks pada bagian indikatornya,” terangnya. (Esti/zam)