28 April 2022


Unesa.ac.id, SURABAYA-Hari Puisi Nasional yang diperingati setiap 28 April tentu tidak sekadar untuk mengenang wafatnya sang penyair Indonesia, Chairil Anwar, tetapi lebih jauh sebagai momentum penguatan peran puisi atau karya sastra pada umumnya sebagai bagian dari warisan budaya bangsa.
“Cara kita memperingati hari besar seperti Hari Puisi Nasional, perlu ‘digeser’ dari sekadar peringatan ke penguatan nilai-nilai atau meningkatkan kecintaan kepada puisi itu sendiri,” ujar Dr. Tengsoe Tjahjono, M.Pd., Dosen UNESA yang merupakan sastrawan Tanah Air itu.
Puisi bukan semata karya yang merupakan ungkapan isi hati dan pikiran penyair, tetapi merupakan bagian dari warisan budaya yang salah satu fungsinya sebagai penguatan karakter bangsa. Puisi merupakan sarana komunikasi di mana para penyair bisa meluapkan segala keresahannya dalam berbagai aspek. Puisi selain memiliki sisi estetika, juga sebagai senjata kritik sosial.
“Puisi sebenarnya banyak sisi, bisa sebagai alat kritik, bisa juga sebagai sarana edukasi yang di dalamnya ada pesan-pesan moral, agama pun pesan-pesan sosial. Menurut saya, Hari Puisi ini perlu diperbanyak kegiatan-kegiatan untuk mengedukasi dan membumikan puisi di tengah masyarakat,” papar Kaprodi S-2 Bahasa dan Sastra, Pascasarjana, UNESA itu.
Momentum Hari Puisi, lanjutnya, harus diposisikan sebagai bagian dari refleksi bersama terhadap posisi dan kualitas karya yang dihasilkan selama ini. "Saat ini penulis puisi sangat banyak, tetapi puisi yang berkualitas tidak banyak," tukasnya.
Kelemahan penulis puisi saat ini terletak pada kurangnya pemahaman tentang puisi karena minimnya asupan bacaan puisi lokal maupun puisi-puisi karya luar. Selain itu, menulis puisi hanya dijadikan sebagai sasaran antara. "keprofesionalan penulis puisi atau penyair dilihat dari cara mereka bergaul dengan puisi-puisi," ucapnya;.
Peringatan tersebut harus berdampak pada pengembangan puisi dan pengembangan kemampuan dalam melahirkan puisi-puisi yang berkualitas. Pecinta puisi seyogyanya bercengkrama dengan puisi-puisi agar pemahaman tentang puisi semakin kuat. Selain itu, menghidupkan puisi dengan dibaca perlu dibiasakan, "Bertumpuk-tumpuk puisi hanya menjadi sampah jika tidak dibaca,” tegasnya.
Persembahan di Hari Puisi
Untuk Hari Puisi Nasional, pria yang pernah menerima penghargaan di bidang Sastra dari gubernur Jawa Timur (2012) itu persembahkan puisi khusus berikut;
Membuka Pagi dengan Puisi
Bismillah, aku buka jendela dengan puisi
Tak ada gunung-gunung, hanya ketemu gedung-gedung
Matahari tenggelam dan mencair
Menyungai di jalan-jalan
Pagi sekarang
Begitu sibuk
Tanpa matahari
Alhamdulillah, masih ada puisi
Yang mencatat abadi
Dulu pijar matahari
Kini horizon sepi
2019 - 2021.
(Humas UNESA)
Penulis: Lukman Hadi
Editor: @zam*
foto : Dokumentasi Pribadi narsum