16 September 2021


Unesa.ac.id, SURABAYA–Dharma Wanita Persatuan (DWP) Universitas Negeri Surabaya menggelar webinar nasional dengan tema “Peran Ibu dalam Menciptakan Ketahanan Keluarga di Masa Pandemi Covid-19” pada Kamis (16/09/2021). Dr. Dra. Hj. Ida Fauziyah, M.Si., Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Menaker RI) hadir sebagai Keynote Speaker. Selain itu, juga hadir tiga narasumber yakni Arzeti Bilbina Huzaimi, S.E., M.Ap, selaku Anggota DPR RI Komisi IX., Chusnur Ismiati Hendro Gunawan Ketua Dharma Wanita Kota Surabaya, dan Dr. Diana Rahmasari S.Psi., M. Si., Ketua SMCC UNESA.
Acara tersebut dibuka oleh Rektor UNESA Prof. Dr. Nurhasan, M.Kes. Pria yang biasa disapa Cak Hasan itu mengatakan bahwa perempuan memiliki peran penting di segala lini. Setidaknya terdapat lima peran penting wanita yakni psikologis, ekonomi, sosial, fisik, dan ekologi. “Membahas wanita adalah membahas bangsa. Ketahanan keluarga merupakan bagian dari ketahanan bangsa,” tukasnya.
Ida Fauziyah pada kesempatan itu mengatakan, pandemi Covid-19 berdampak besar terhadap perekonomian negara dan berpengaruh besar terhadap sektor ketengakerjaan. Ia menuturkan, terjadi peningkatan yang signifikan jumlah pengangguran di Indonesia akibat pandemi Covid-19. Data BPS 2020-2021, peningkatan pengangguran terbesar terjadi pada anak muda usia 20-29 tahun.
Sementara tingkat pengangguran terbuka pada penduduk usia 20-24 tahun sebesar 17,66 persen pada Februari 2021, meningkat 3,36 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Kemudian pengangguran penduduk usia 25-29 tahun sebesar 9,27 persen dan meningkat 2,26 persen dari tahun sebelumnya.
Ia melanjutkan, data jumlah pengangguran perempuan memang lebih kecil ketimbang laki-laki. Namun, beberapa studi menunjukan bahwa perempuan justru merasakan dampak yang besar akibat pandemi. “Ini menjadi tantangan pemberdayaan perempuan di dunia kerja,” tukasnya. Kemudian, tantangan lainnya, (1) satgnannya tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan, (2) diskriminasi upah, (3) kurangnya pemenuhan hak di tempat kerja, (4) pelecehan dan kekerasan di tempat kerja, dan (5) stigma bahwa perempuan kurang produktif, dan menjadi beban di tempat kerja.
Di rumah tangga pun, perempuan memiliki beban, (1) mengurus rumah tangga akibat WFH, (2) beban mengurus dan kontrol anak yang belajar dari rumah, (3) kekerasan dalam rumah tangga, (4) ekonomi yang rentan memunculkan kecematan. Itu semua merupakan indikator kerentanan keluarga yang dapat berakibat pada krisis ketahanan keluarga. “Untuk menunjang ketahanan keluarga, perempuan harus bisa berdaya dan berkarya, serta terus meningkatkan kompetensi dan produktivitas dengan memanfaatkan teknologi tigital,” pungkasnya.
Ketua DWP UNESA Dra. Hj. Endah Purnomowati Nurhasan, M.Pd., menerangkan bahwa Pandemi Covid-19 ini menciptakan berbagai kecemasan dalam keluarga. Data menunjukkan, kecemasan yang paling utama yaitu kecemasan akan terpapar Covid-19 sebesar 77,7% dan kecemasan akan kondisi ekonomi sebesar 57,7%. Kendati demikian, katanya mengutip hasil survey Euis Sunarti menemukan bahwa sebagian besar keluarga yakin akan kemampuannya untuk bangkit dari segala disrupsi akibat Covid-19.
Arzeti Bilbina menerangkan bahwa dalam struktur masyarakat, keluarga mempunyai fungsi pencegahan dan penanganan Covid-19 di rumah dan sekitarnya, seperti menjadi pendidik utama bagi anak, menanamkan pola hidup hemat, peduli kesehatan dan kebersihan di lingkungan masing-masing dan mewaspadai terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. “Disiplin diri merupakan hal utama untuk dapat bertahan di era pandemi ini. dan disiplin ini dapat dimulai dari lingkup kecil, keluarga,” tandasnya.
Chusnur Ismiati Hendro Gunawan menerangkan bahwa perempuan memiliki potensi dan punya peran sentral dalam keluarga, baik sebagai ibu, istri maupun pribadi yang mandiri yang berkewajiban memperkuat ketahanan keluarga di masa pandemi covid-19. Perempuan harus terus didorong untuk berkreasi. Itulah salah satu tugas DWP UNESA.
Diana Rahmasari mengatakan, ada beberapa tantangan yang dihadapi masyarakat saat pandemi, antara lain tekanan psikis pribadi dan keluarga, penghidupan ekonomi berkurang, ketidakpastian masa depan, keterbatasan ruang psikologis pribadi akibat berbagi tekanan selama diam diri di rumah, kondisi keluarga dan hubungan antar anggota keluarga.
Ia mengibaratkan keluarga yang bahagia dan sejahtera ibarat bangunan yang kokoh. Kokohnya bangunan bergantung pada fondasi yang kuat dan dalam. Nah, fondasi dalam keluarga adalah prinsip yang dipegang oleh semua keluarga, yaitu prinsip keadilan, kesalingan atau saling memberi dan menerima, dan prinsip keseimbangan antara hak dan kewajiban. “Ketahanan keluarga merupakan tugas dan tanggung jawab semua anggota keluarga dan tentu perlu didorong seluruh elemen pemerintah, pusat hingga daerah, karena itu amanat undang-undang,” ujarnya. (wulida)